Sabtu, 29 Agustus 2015

Jalan - Jalan Murah Part 1


Di group sosmed, teman kerja saya nyeletuk. “Lin, judul blog lo jalan-jalan murah tapi yang dibahas kok masalah nikah sih ?" Gubraaggg! Eeheem, itu yang dibuka cuma satu judul apa ya ?  Anyway Thanks banget sudah berkomentar seperti itu, yang pada akhirnya memberikan saya inspirasi baru untuk ditulis siang ini.  Nah, demikian saya akan menceritakan kenapa sih nama blog ini jalan-jalan murah. Pertama saya akan menceritakan bagaimana sih kita bisa jalan-jalan dengan budget murah. Oia, murahnya seseorang relatif lho ya. Pernah saya ketemu sama rombongan backpacker. Mereka mengatakan sewa penginapan per hari Rp 150.000 – Rp 200.000 itu murah banget dan itu masih di Jawa Timur – Jawa Tengah. Wah dalam hati saya, tidak bisa itu tidak murah. Karena jika saat itu kita akan melakukan perjalanan jauh akan bengkak disewa penginapan. Sayang banget kan? Nah trus bagaimana caranya ?

Hal pertama memang harus ada niat dulu. Setelah niat baru tekatnya. Kalau antara niat sama tekat sudah saling mecintai, maka tinggal go show saja kawan. Saya pribadi sering sekali melakukan perjalanan jauh menggunakan motor bebek kesayangan. Bahkan selama saya tinggal di Bojonegoro saya sering sekali bolak balik Ponorogo – Bojonegoro PP. Hampir tiap 2 minggu sekali. semasa kuliahpun Bapak saya juga tidak pernah melarang saya untuk melakukan perjalanan naik motor sendiri. Ke Malang, Yogya, Jombang, Mojokerto, Pacitan, dll kecuali ke Surabaya, yang kemudian diizinkan karena saya pindah kerja dan penempatannya di Surabaya. Dari sinilah yang pada akhirnya teman-teman sekelas saya memanggil saya cewek jadi-jadian. Bahkan dengan bekal Rp 300.000; saya bisa melakukan pendakian ke Gunung Semeru bersama 2 teman lainnya. Rp 300.000; untuk bertiga selama kurang lebih 5 hari perjalanan. Sebenarnya sama saja hasilnya. Siapa saja yang ingin jalan atau travelling dengan budget minim atau maksimal. Bedanya jika budget minim kudu siap ngegembel, dan kalu budget maksimal yaa everything is okay lah, tidak perlu capek dan juga tidak akan merasakan tidur di dalam tenda atau emperan toko. Dhanik seorang sahabat saya pernah saya tawari untuk dengan ala saya, namun dengan sabarnya langsung bilang “Suwun!” (Terimakasih!). Haha saya tertawa saja. Memang tidak akan semua orang melakukan perjalanan ala kami. Bukan lagi ala backpacker, namun lebih ke ala gembel tepatnya. Bahkan jika saya sedang melintas Madiun, saat perjalanan Bojonegoro – Ponorogo atau sebaliknya dengan berterika Dhanik akan bilang ke Ibuknya “Ibuuuk, Alin main kerumah lak seperti preman” whuaaaahahaha saya mah mesem-mesem saja sambil cipika cipiki sama emaknya (Meski dalam hati juga ngumpat sih, “walah semua kostum ini mau beli aja kudu nabung dulu, kadang juga dibantu sama Mas Pacar uangnya ditambahin. Eeeh dibilang preman, hehehe). Iyups, saat jalan jauh saya selalu berpakaian safe as climber. Jaket gunung, celana gunung, sepatu gunung serta ransel ukuran 40liter atau kadang yang kecil 18 liter.

Semua kostum itu memang untuk keselamatan saya pribadi. Dahulu setiap pendidikan, kami selalu ditekankan pada safety first, maka itu juga yang selalu saya prinsipkan. Jaket gunung yang biasa dalamnya terbuat dari shoftsel akan memberikan kita kenyamanan saat berkendara. Secara angina pasti akan kenceng sekali, sehingga tubuh kiat harus tetap hangat. Serta bahan luar jaket yang terbuat dari taslan waterproof sehingga angin tidak akan bisa tembus masuk ke tubuh kita. Ingat ini berkendara motor, jadi harus lebih hati-hati terutama kesehatan paru-paru kita. Sebenarnya pakai jaket rider juga bisa. Tapi kan saya perhitungan sekarang, sudah tidak seperti dulu lagi yang boros. Kalau boros terus lantas kapan saya ngumpulin duit buat kawin ?hehe.  Karena saya suka naik gunung juga, maka saya lebih memilih hemat saja, tiada rotan akarpun jadi. Toh manfaatnya lebih banyak. Hehe Dan selanjutnya saya menggunakan celana lapangan atau celana gunung. Celana gunung itu biasanya didesain dengan bahan yang quickdry. Sehingga hal ini akan memudahkan kita saat perjalanan. Selain longgar, ringan, jika kehujanan akan segera kering. Saya pribadi tidak begitu nyaman menggunakan celana bahan jeans saat perjalanan jauh dengan motor. Bagaimanapun guys, saat jalan jangan pernah melupakan faktor kenyamanan. Selanjutnya sepatu gunung guys atau bisa juga menggunakan safety shoes. Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya lho ya. Seperti dahulu saya pernah mengalami kecelakaan yang menyebabkan jari telunjuk pada kaki saya retak. Itu karena saya melakukan perjalanan menggunakan sandal gunung. Sandalnya sih baik-baik saja sampai sekarang. Tapi bekas luka jahitan dan saraf telunjuk kaki saya sudah menjadi pelajaranlah. Selain itu, dengan menggunakan sepatu gunung kita akan lebih merasa percaya diri saat kaki kita akan menapak, dan tidak terlalu khawatir kenapa-kenapa saat berhenti. Oia untuk sepatu sayasarankan yang middle atau high. Jika menggunakan short shoes dan terjadi benturan, maka tidak ada yang akan mengamankan pergelangan kaki kita. Dan yang terakhir dan tidak boleh lupa adalah masker penutup mulut dan hidung. Saat dijalanan musuh kita itu adalah udara yang sudah sangat tercemar oleh asap knalpot. Pastinya kita ini pengi hidup sehat terus kan ? Dan kemudian usahakan selalu untuk olahraga, meski itu hanya jogging sepuluh menit. Tapi kalau memang ingin melakukan jalan dengan ala gembel sih saya sarankan jangan hanya jogging namun melakukan beberapa treatment yang kalau kami sering menyebutnya TC. Hal ini dilakukan agar tubuh kita terbiasa terlebih dahulu dengan kegiatan berat, sekalian mengendorkan otot-otot agar kita tidak merasa pegal-peegal setelah perjalanan. Juga melancarkan peredaran darah kita.  Jika itu semua sudah, saya akan merasa tenang saat melakukan perjalanan jauh.

Semkin banyak duit, maka semakin nyaman juga jalan-jalannya. Semakin sedikit duit maka semakin perjuangan juga jalan-jalannya. Tidak masalah mau pakai koper atau backpack jalan-jalan Anda. Mau pakai ala priyayi atau backpacker atau gembel tidak masalah. Yang jelas, jangan jadikan uang menjadi kendala kita untuk mencapai tujuan. Semua itu butuh perjuangan kawan! Ayo segera packing dan berangkatlah jangan ditunda lagi!

Nb : Karena jarang selfie jadi nggak punya foto. Menyusul saja ya...?

Jumat, 28 Agustus 2015

Pengemis Cerdas Ala MBK

Salah satu foto lukisan di musium MBK
MBK atau biasa juga dikenal sebagai Makam Bung Karno, tentunya bukan hal yang asing lagi bagi traveller. Revolusioner kita yang pernah membuat banyak Negara bergetar ketika mendengarkan pidatonya ini, telah disemayamkan di kota yang biasa disebut dengan kutho cilik Blitar. Saya tidak perlu menjelaskan lebih jauh lagi tentang MBK ini, sekali lagi informasi menuju kesana ataupun informasi tentang sejarahnya sudah sangat banyak dan tentunya dengan akses yang tidak sulit.

Tim TDI berpose dengan entertainer MBK
Di MBK, selain ada pasar traditional yang menyajikan berbagai pernak – pernik oleh-oleh khas Blitar, juga terdapat pengemis yang unik. Sebenarnya bukan hal yang baru bagi para traveller, namun ini adalah sesuatu yang menurut saya harus menjadi sebuah edukasi tersendiri bagi orang Indonesia. Sebuah keluarga yang pada saat itu terdiri dari seorang ayah, dua anak perempuan seusia SMP dan seorang anak laki-laki sekitar umur 7 tahun. Mereka membuat sebuah group musik dengan alat musik ritmis semacam gamelan. Gamelannya pun bukan gamelan ala-ala group musik besar, namun gamelan yang digunakan sangat sederhana. Yang terpenting alat-alat tersebut mampu menghasilkan sebuah musik ritmis yang kompak dan enak untuk didengar. Sang ayah memegang saroon yang terbuat dari bambu yang disusun rapi dengan beda ukuran,  sang putri 1 menyanyi dan putri 2 memegang kencringan yang terbuat dari tutup botol minuman seperti yang digunakan pengamen pada umumnya, serta seorang anak laki-laki menabuh gendang. Lagu yang dibawakan pun lagu-lagu jawa campursari. Sehingga memberikan suasana jawa yang penuh dengan kesederhanaan namun artistik.

Si Bapak dengan alat musiknya serta 2 putri dan 1 putranya
Dengan menaruh sebuah baskom di depan mereka, itu menandakan mereka telah memberikan sebuah hiburan dan berharap ada yang mau menghargainya. Meskipun mereka tidak memaksa untuk setiap orang datang atau melintas memberikan lembarannya ke dalam baskom, namun mereka tetap semangat untuk terus bernyanyi disaat setiap ada rombongan atau perorangan peziarah datang. Tidak terlepas dari apa yang dilakukan oleh rekan-rekan rombongan TDI (Taft Diesel Indonesia ). Seusai makan siang, mereka menuju keluarga seni tersebut yang sedang beristirahat. Sontak saja mereka langsung menabuh lagi gendang dan alat-alatnya agar menghasilkan bunyi-bunyian. Kala itu, si anak mulai mengeluarkan suaranya yang akhirnya aku sadari suaranya sangat bagus, apalagi jika ada binaan vocal, saya yakin dia akan menjadi seorang penyanyi yang hebat. Beberapa tim ada yang berjoged, dan sebagian besar mengabadikan aktivitas ini. Terlepas dari kegiatan tersebut, saya merujuk kepada Negara-negara yang berada di Eropa, bahwa hal semacam ini menjadi sebuah kegiatan yang positif dan mendapat apresiasi. Berbeda dengan Indonesia yang masih sangat kecil dalam menghargai sebuah kesenian. Sayang sekali kala itu saya tidak berkesempatan untuk mewawancarai keluarga tersebut, sehingga tidak bisa menggali banyak hal. Namun yang pasti, saya berharap nantinya mereka akan mendapatkan edukasi positif, sehingga kegiatan mereka tidak terkesan murahan dan diremehkan oleh masyarakat.

Patung yang seperti ini sudah tidak ditemui lagi
Foto ini saya ambil dari google
Mengingat para keluarga tersebut, saya juga teringat dengan patung manusia yang menjadi sebuah kesenian di MBK. Kala itu saya melihatnya di sebuah stasiun TV bahwa mereka berdandan ala patung pahlawan dan akan mematung selama berjam-jam. Dalam kesenian ini mereka juga berharap akan ada harga dari para pengunjung. Namun sayang sekali, ketika saya di MBK pada Juni 2015 ini, patung-patung tersebut tidak ada. Entah memang not perfect time, atau memang karena mereka tidak ada yang menghargai sehingga mereka lebih memilih profesi yang lain. Dari sini saya semakin sadar, bahwa masyarakat Indonesia masih sangat banyak yang belum melek terhadap pendidikan dan pengetahuan nasional maupun internasional. Mungkin mereka masih terlalu sibuk dengan keadaan ekonomi keluarga, sehingga kesehariannya terus terfokus pada membajak sawah dan membersihkan hama, tanpa harus merasa butuh pengetahuan lainnya. Begitu juga bagi yang sudah hidup enak dan mapan, tidak peduli dengan sekitar. Mereka hanya berfikir dengan memberi mereka uang itu cukup. Namun pada hakikatnya, yang dibutuhkan masyarakat adalah edukasi-edukasi yang bersifat non formal yang akan memberikan mereka pengetahuan lebih luas lagi dan menginspirasi kehidupannya. Dengan begitu mereka akan melakukan sebuah perubahan. Itu menurut saya. Lantas, apa menurut Anda  ?
JJMI
-CL-

Budaya Malam Songo di Bojonegoro

Karena saat menulis ini saya sudah tidak di Bojonegoro, maka foto saya ambil dari google
Pada saat di majlis dan mendengarkan ustadz yang memberi ceramah mengangkat perihal pernikahan, beliau mengangkat sebuah hadits yang memberikan seruan untuk segera menjalankan perintah Allah dalam penyempurnaan iman. Dari hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, mengatakan bahwa “wahai pemuda, barang siapa diantara kalian telah mampu maka hendaknya menikah, karena ia lebih menundukan pandangan dan memelihara kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu maka hendaknya ia berpuasa, sebab ia dapat megekangnya”. Begtulah ajaran Islam mendidik umatnya dalam memelihara diri dan selalu memiliki akhlaq yang mulia.

Hadits lainnya, seruan menikah
Dari hadits tersebut, saya menjadi teringat dengan sebuah budaya yang baru saya temui di Bojonegoro. Sebagai sesama penghuni provinsi Jawa Timur, saya menemukan banyak adat dan budaya yang sangat berbeda dari tempat kelahiran saya. Salama hampir 2 tahun saya hidup di atas bumi Bojonegoro, saya pun merasa masih sangat kurang merasa puas untuk mengetahui lebih jauh tentang adat dan budaya disini.

Di Bojonegoro, seperti penduduk Indonesia pada umumnya. Disini masyarakatnya didominasi oleh muslim. Sehingga tidak begitu sulit bagi saya untuk beradaptasi disana, ditambah saya juga seorang pribumi jawa timur. Bahasa meski dengan logat dan banyak kosakata berbeda, namun tetap bukan suatu hal yang sulit untuk dihadapi. Akan tetapi, adat dan budaya yang membuat saya tercengang dan kaget serta merasa terharu adalah budaya malam songo. Meskipun ada banyak budaya yang membuat saya tercengang, tapi satu ini membuat saya lebih tercengang. Bukan hanya karena budaya malam songo ini merupakan budaya yang berani tapi menurut saya lebih dari itu. Gila !

Malam songo, adalah sebuah malam di penghujung bulan ramadhan. Dimana hari tersebut menurut mereka merupakan malam penuh kemuliaan. Di kota ini, budaya malam songo, dimanfaatkan untuk menikahkan putra-putri nya dengan harapan agar mendapatkan keberkahan yang melimpah. Ini bukan budaya Islam, ini budaya jawa yang di-Islamkan. Seeperti budaya jawa lainnya yang diambil dari budaya Hindu yakni memilih hari baik untuk melaksanakan sebuah kegiatan terutama pernikahan. Namun ini berbeda dengan malam songo. Di malam songo ini, yang jatuh pada malam ke 29 ramadhan, dimana malam ganjil ramadhan menjadi patokan malam turunnya lailatur qodr atau malam lebih baik dari malam 1000 bulan ini. Dengan begitu malam songo dianggap malam yang paling mulia. Dengan begitu, masyarakat Bojonegoro memanfaatkan hari itu untuk menikahkan putra-putrinya.

Ilustrasi pict taken from google
Hal yang membuat saya menjadi salut dengan masyarakat Bojoegoro adalah menyegerakan untuk menikahkan putra-putrinya jika memang telah baligh. Banyak dari mereka yang saya kenal yang menikah pada hari itu di tahun 2015. Mereka ada yang memang teman sekolah saya dahulu, dan ada juga temannya teman-teman saya. Bahkan sebagian dari mereka adalah masih baru lulus SMA dan belum juga sampai di umur 20 tahun. Para orang tuapun tetap mendukung biaya kehidupan mereka setelahnya. Bahkan sepasang diantaranya adalah salah satu murid saya saat saya dahulu menjadi staff asisten di sebuah sekolah asrama di Ponorogo. Kala dia menikah, dia masih berada di semester 4. Begitupun istrinya masih berada satu tingkat dibawahnya. Hal tersebut saya katakana gila beraninya! Orang tua berani mengambil keputusan ini untuk menghindari dosa yang akan dituai jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Begitupun orang tua tetap bertanggungjawab dengan pernikahan para anak-anaknya.

Ilustrasi, foto dari Google
Saya jadi teringat dengan Kakak kelas saya dahulu. Namanya Dila. Dia cantik, putih, tinggi dan cerdas. Konon, menurut teman-temannya Kak Dila memiliki nilai yang bagus di kelasnya. Namun, begitu selesai SMA, Kak Dila langsung dipinang oleh seorang laki-laki dan telah menikah. Kemarin saat bertemu di acara reuni Sekolah setelah sekitar 6 tahun tidak saling bertemu, Kak Dila sudah memiliki 2 anak dan akan yang ke 3. Hebatnya dia tetap tenang dan tetap percaya diri. Meskipun teman-teman dekatnya tampil dengan cerita dan karir yang melejit. Kak Dila tanpa merasa minder tetap menggandeng anak-anaknya dan seorang lagi yang masih berada dalam perutnya yang membusung ke depan. Saya tidak menemukan hal lain dari pancaran Kak Dilla. Dia lebih sakinah berbeda dengan teman-temannya yang melejit karirnya tapi menunda pernikahannya.
Namun begitu, rasa was-was terhadap pernikahan dini yang tidak memiliki landasan memang sama saja bunuh diri. Saya pun juga mendukung mereka yang menunda pernikahan demi mendapatkan pondasi yang kuat dulu, dengan catatan mereka mampu berpuasa seperti yang ada di dalam hadits tersebut. Namun, melihat pergolatan zaman dan era liberalis yang semakin dalam di Negara ini, pernikahan lebih awal memang lebih baik disegerakan dengan kesadaran dan pengetahuan rumah tangga yang mumpuni. Semoga budaya ini bisa terjaga ya, dan mampu mengurangi kasus pernikahan akibat kecelakaan.

Surabaya Juga Kampung Indonesia


Kata teman, saya ini memilki sifat apatis akut. Padahal menurut saya sih tidak separah itu. Memang lebih sering bersikap cuek, namun tetap tahu batasan. Menurut saya. Lha tapi setelah saya fikir-fikir memang benar sih. Saya sering sekali merasa lapar, namun saya biarkan saja apalagi disaat saya sedang ada kerjaan atau sedang mengencangkan ikat pinggang. Namun berbeda pada sore kali ini. Rasanya cacing dalam perut sudah tidak bisa lagi untuk bersabar meski menunggu adzan maghrib. Yasudah saya keluar dan menuju ke warung  natemi (Nasi Telur Mie ) yang sebelumnya direkomendasikan sama sang keponakan. Nah dari sanalah keberkahan ini saya dapatkan.

Gerbang teritori kampung Gebang Kidul
Keramaian di depan kost sudah mulai padat dengan penjual di sepanjang jalanan.  Dengan penuh asumsi juga mata yang meraba-raba makna,  akhirnya saya dapatkan informasi dari Ibu Warung. Bahwa malam mini adalah malam puncak kegiatan 17 Agustus 2015. Meski kalender sudah menunjuk ke angka 28, suasana kemeriahan ini masih terasa di kota Pahlawan. Dengan semangat si Ibu menceritakan bahwa 2 malam puncak ini nanti akan digelar pasar malam, layar tancap dan malam terakhir ada orchestra melayu. Untuk orkesta melayu panggungnya tepat sekali di depan kost an. Nggak kebayang besok malam saya bisa tidur atau tidak, haha namun yang jelas saya menyadari sesuatu yang baru dalam event ini. Namun ada hal yang telah mendorong diri saya untuk memperjuangkan mala mini saya harus keluar dan melihat. LAYAR TANCAP. Nonton layar tancap, sebuah kegiatan yang telah punah. Meski kegiatan ini selalu saya rindukan, namun saya tidak pernah menemuinya lagi setelah saya melepaskan masa TK dahulu. Namun surprise ! Suroboyo rek, onok layar tancap!  Saya menerka-nerka film apa yang akan dipertontonkan. Balada Roma, Ani dan Rika kah. Atau Si Pitung ? Atau Dono Kasino Indro ? Apapun, yang terpenting layar tancap deh!

Suasana bazaar atau pasar malamnya
Malamnya, ditemani oleh Risma dan Mbak Is ( Teman seangkatan keponakan dan senior kost-nya ) saya mulai melihat-lihat sebenarnya apaa sih kegiatan yang dihelat oleh masyarakat Ibu Kota ini ? Daaaaan, eng ing eeeeng…. Ternyata, namanya pasar malam dari kota ke kota tidak pernah ada bedanya kawan. Meskipun ada itu pun juga tidak beda jauh dengan kegiatan di desa. Dan menurut saya, kegiatan di desa lebih meriah namun tidak se-cerdas kegiatan di kota. Jika di desa kegiatan yang sebegitu ramai, akan menghabiskan dana puluhan juta, disini tidak sebanyak itu saya menebaknya. Memang wilayah teritorinya tidak seluas yang ada di desa-desa, sehingga hiburan rakyat ini memang sengaja dipersiapkan untuk seluruh warga satu kompleks saja, yang panjangnya kurag lebih 200 meter. Dengan pembaagian 30 meter dari gerbang free area yang kemudian disambut oleh kursi panjang yang berfungsi sebagai portal. Disinilah batas para penghuni yang keluar masuk untuk naik atau turun dari motor dan mobilnya. Kemudian 150 meter selanjutnya diisi oleh stand-stand penjualan. Jika mendengar desas-desus Mbak-mbak kost yang lebih senior ini disebut bazaar. Iya untuk ala Surabaya memang ini bisa disebut Bazaar. Namun bagi warga sekitar penghuni pribumi kompleks menyebutnya tetap pasar malam. Sama seperti penyebutan saya dan kawan-kawan saya di kampung halaman. Nah kemudian 50 meter sisanya free yang kemudian paling ujung ditutup dengan satu panggung untuk kegiatan orkesta melayu besok malamnya.
Seperti pada umunya pasar malam, stand-stand  menyajikan berbagai penganan, mainan dan juga kebutuhan wanita serta permainan anak kecil. Mengingat yang doyan belanja-belinji adala perempuan, jadi tidak heran dimana-mana setiap ada pasar malam penjual pakaian, tas dan dalaman akan selalu ada. Dan dominasi kedua adalah anak-anak, jadi sudah pasti jika berbagai jenis permainan seperti kereta-kereta an, pemancingan ikan plastik penjualan mainannya menjadi stand yang ramai.

Sorry nih pake kamera minim fasilitas. Gerak dikit blurr dah!
Di pertengahan sepanjang jalan stand, ada acara pembagian hadiah kepada anak-anak yang telah berpartisipasi mengikuti perlombaan yang telah diadakan sebelumnya. Seperti yang saya katakan acara ini berlangsung meriah meski tidak mewah. Panggung acara hanya terbuat dari meja tenis meja bawahnya diberi kursi panjang dengan ketinggian 50 cm. Background yang digunakan juga dua papan tulis pengumuman warga yang dibiarkan apa adanya. (Thuu apa saya bilang, mereka cerdas! ) Namun begitu, semunya tidak menjadi suatu masalah. Pesta rakyat tetap berlangsung dengan lancar dan khidmad. Meski penduduk yang tinggal disini tidak semuanya pribumi Surabaya. Ada juga mereka dari suku Bugis, suku Madura, meski tidak dominan namun mereka tetap damai. Tidak ada lagi pendiskriminasian terhadap minoritas, seperti yang telah dialami Pak Andi Noya pada masa kecilnya dahulu. ( Maaf Pak Andi menguak masa lalu…  :D )

Suasana layar tancap yang terbaharukan 
Oia dan terakhir adalah layar tancap yang saya idam-idamkan sejak Maghrib tadi. Sepanjang jalan saya celingukan, dimana akan dipasangkan layar tancap. Dan subahanallah! Ini tho yang dimaksud layar tancap ? sebuah layar LCD yang dipasang di depan rumah, berikut dengan seperangkat lap top dan sound system-nya. Hmmm, memang dunia sudah kekinian.. hehe. Sedikit kecewa sih, langsung deh butuh mood booster, namun iya ndak apa-apa justru disinilah menariknya. Apalagi film yang dipertontonkan bukan film yang “pecicilan”. Namun film perjuangan Indonesia. Sekilas saya melihat itu film yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo yang dirilis pada akhir 2013 dengan judul Soekarno : Indonesia Merdeka. Untuk penonton sudah pasti bisa ditebak donk. Mereka dimayoritasi oleh anak-anak dan bapak-bapak kawan. Sebagian ibu-ibu itu pun yang umurnya memang sudah diatas 50 tahun. Nah, masih bingung mau jalan-jalan kemana saat bokek ? Jalan-jalan nggak perlu mahal kawan, yang terpenting oleh-oleh manfaatnya.

Senin, 10 Agustus 2015

Keeksotisan Candi Penataran atau Candi Palah


Sebagai orang Indonesia saya perlu malu untuk mengatakannya. Umur sudah dewasa, namun belum mengenal sejarah Negeri sendiri. Jika boleh mengutip kata-kata Soekarno, “jas merah” jangan lupakan sejarah itu patut dicamkan pada generasi Bangsa ini. Setidaknya ketika rakyat sangat memahami sejarah Negerinya sudah pasti gelora semangat para pejuang di masa penjajahan akan mengalir deras pada diri rakyat. Jika itu sudah terjadi, maka akan sangat lebih mudah melakukan progress perubahan yang maksimal terhadap bangsa yang makmur. 

Wajah ikhlas Pak Penjaga
Demikian pula yang terjadi pada diri saya. Jika tidak karena berjalan-jalan dan bertemu dengan teman pejalan juga, mungkin pengetahuan saya tentang candi akan cukup berkutat pada candi Borobudur yang statusnya telah dicabut dari salah satu 7 keajaiban dunia. Hal ini terjadi karena banyaknya kerusakan disana. Siapa penyebab kerusakan ? penyebabnya adalah mereka yang tidak pernah mengetahui pentingnya menjaga sejarah dan betapa berharganya sejarah untuk Negeri ini. Nah, dengan membaca kita akan mendapatkan pengetahuan. Dengan pengetahuan, kita akan punya motivasi untuk berjalan lebih jauh dari pekarangan rumah. Yang dahulunya kita hanya mengetahui candi itu hanya Borobudur di Magelang dan Prambanan di Yogyakarta, maka saya ingin mengajak Anda semua lebih mengerti tentang Candi Penataran yang berada di Blitar Jawa Timur.




Altar panjang menuju candi utama
Candi Penataran yang sebenarnya memiliki nama candi Palah adalah sebuah candi yang berada di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar. Candi ini merupakan candi yang terluas dan termegah di Jawa Timur tepat berada di barat daya lereng Gunung Kelud, sebelah utara Kota Blitar. Dalam tulisan ini saya tidak akan menjelaskan secara terperinci tentang kandungan sejarah di dalamnya. Karena saya yakin sekali sudah banyak penjelasan di internet tentang ini, juga jika Anda datang lanngsung ke lokasi akan sangat mudah bagi Anda untuk mendapatkan informasi lebih detail dari penjaganya. Karena penjaga di Candi ini sangat ramah dan sangat informative kepada pengunjung. Disisi lain, saya berharap Anda semakin ada greget untuk berkunjung ke tempat sejarah di Indonesia. Lantas, di tulisan ini saya akan mendeskripsikan bagaimana dan dimana keindahan Candi Palah ini.

Begitu memasuki lokasi parkir, Anda akan disambut dengan beberapa toko yang menjajakan panganan dan berbagai pernak pernik khas Blitar. Dari sana sudah sangat terlihat jelas beberapa bangunan Candi yang berdiri kokoh mulai dari yang paling kecil, sampai dengan yang palling tinggi di belakang.

Salah satu foto Dwarapala
Barisan terdepan saat memasuki pintu gerbang, Anda akan disambut oleh dua arca Dwarapala yang biasa disebut dengan Reco Pentung. Karena secara fisik, patung arca tersebut masing-masing membawa alat pemukul atau pentung dalam bahasa jawanya. Kemudian selanjutnya Anda akan disambut oleh pendopo teras. Sebuah bangunan khas candi yang berbentuk persegi panjang seperti panggung. Dari halaman depan terdapat tangga untuk menaikinya. Konon ceritanya, pendopo teras berfungsi sebagai tempat perkumpulan rakyat saat ada suatu acara kerajaan. Juga digunakan sebagai tempat sesaji para penghuni kerajaan. Setelahnya disambut oleh Bale Agung, Candi Angka Tahun, Candi  Utama, Prasasti Palah dan Tempat Pemandian untuk penghuni kerajaan. 
Candi falah beserta prasasti di sebelahnya
Membicarakan candi utama atau candi palah. Adalah candi terbesar dan termegah dianatara candi-candi yang berada di lokasi Candi Penataran tersebut. Dan biasanya pengunjung akan langsung menuju ke Candi ini untuk ber-selfie. Karena memang candi inilah yang paling menarik perhatian karena ukurannya yang terbesar. Namun, menurut saya hal yang paling menarik dari bangunan-bangunan masa kerajaan tersebut adalah relief-relief yang diukir rapi di setiap dinding candi-candi tersebut.

Salah satu relief di Penataran
Jika diperhatikan dan dipelajari lebih jauh, dari setiap relief yang ada di candi tersebut sangat komunikatif. Dimana disana menceritakan bagaimana kehidupan pada zaman tersebut. Ukiran-ukiran yang indah tersebut, menurut saya adalah mahakarya yang belum tergantikan di zaman yang serba modern ini. Jika Anda kesana dan memperhatikan di setiap inchi reliefnya, saya yakin decakan kagum Anda tidak akan berhenti. Meskipun Anda bukan ahli sejarah ataupun ahli candi. Ditambah lagi jika Anda membekali diri untuk membaca buku sebelum kesana, decakan-decakan tersbut akan semakin diperkuat dengan gelengan kepala. Luar biasa!
Pemandian putri di seputaran Candi Penataran
Terakhir adalah lokasi pemandian untuk para penghuni kerajaan yang berada di belakang candi utama. Pengunjung harus menuruni tangga yang tidak terlalu tinggi untuk menuju kesana. Disekitarnya terdapat pagar sederhana yang terbuat dari kayu dan bambu. Dari sini saya menilai, inilah kelemahan kita. Karena minimnya minat masyarakat untuk bertandang ke tempat sejarah, sehingga hal ini berpengaruh pula pada perhatian pemerintah terhadapnya. Sehingga kemanananya pun tidak menjadi perhitungan utama. Berbeda dengan Candi Borobudur dan Candi prambanan yang memang sudah sangat dikenal bahkan ke manca Negara. Pagar tinggi dan bagus mengelilingi bangunan candi  ini jauh melingkarinya. Sehingga lebih terlindungi dari tangan-tangan jahil yang mencoba melakukan kecurangan. Berbeda dengan Candi Penataran. Masyarakat pun jika ingin berbuat curang tanpa melewati ticketing sangatlah mudah. Jadi kesimpulannya, semakin banyak yang peduli dengan sejarah, maka akan semakin terjaga pula keindahan dan kemegahan sejarah ini di Negeri sendiri. Dan tidak akan mudah dieksploitasi oleh Negara asing. Jadi, masih mau menanggung malu seperti saya ? Ayo kita packing barang, dan mulai belajar dengan berjelajah!
Sebagai penutup saya selipkan foto tim LIKJ Lihat Indonesia Keliling Jawa Timur dari Taft Diesel Indonesia

Sepatu di Pulau Kates




Saking suburnya hutan ini masih kaya akan pohon yang menjulang dan big size
Jalan kering di tengah hutan itu, kemudian menjadi becek akibat kubangan air yang dilewati berkali-kali oleh 34 mobil jeep. Kanan kiri jalan masih sangat lebat oleh pohon singkong, tanaman khas di wikayah lahan kering. Namun, tidak sekering di Pacitan karena masih sangat terlihat subur, pohon-pohon menjulang tinggi di belakang pepohonan singkong tersebut. Masih sangat lebat dan terlihat subur. Tanaman khas penghuni kawasan karst. Saya kurang begitu faham, karst jenis apa, namun secara sederhana saya merasa ada perbedaan dengan kawasan karst yang ada di pegunungan sewu Pacitan yang lebih kering dan tandus.

Karang Sepatu di Pantai Pulau Kates
Hampir 2 jam kami berjalan dari meeting point team TDI (Taft Diesel Indonesia ) di Bendungan Lahor Malang. Dan saat itu kami telah sampai di sebuah pantai yang indah dan kemudian saya tahu itu adalah Pantai Pulau Kates. Panjang pantai tersebut sekitar 250 meter dan terdapat sebuah karang yang mirip dengan sepatu di tengahnya. Di sepanjang bibir pantai ini sekitar 80 meter diantaranya adalah batuan yang menyambungkan ke karang yang menjulang di sebelah kanannya. Sebagai dinding pemisah antara pantai Pulau Kates ke Pantai sebelahnya. Entah saya pribadi belum mengetahui pantai di sebelahnya. Kemudian sebelah kiri terdapat pasir yang memanjang sampai ke ujung pantai juga terdapat tebing karang sebagai pemisah terhadap pantai berikutnya. Jika biasanya pantai yang khas dengan suasana panasnya, maka yang terjadi disini adalah sebaliknya. Mungkin akibat dari suasana sejuk kota Malang yang memang terdapat pada dataran tinggi dan juga kekayaan alam dan gunungnya serta tanahnya yang subur. Berbeda sekali dengan pantai-pantai yang pernah saya kunjungi sebelumnya. 


Sayangnya hampir telat moment
Sebagai pantai yang indah, pantai Pulau Kates masih sepi dari pengunjung. Terlihat kami tidak berpapasan sama pengunjung lain, selain dari kami sendiri. Mungkin karena akses jalanlah, para pengunjung berhenti dan mengurungkan jalan untuk sampai ke lokasi ini. Meski saat kami berangkat kami menemui serombongan pemuda “Nekat” yang melintasi jalanan yang sangat beresiko tinggi terhadap kendaraan mereka. Apalagi kendaraan tersebut adalah kendaraan roda dua. Sudah pasti harus disediakan budget tersendiri untuk mereparasi motor-motor tersebut sepulang dari liburan disana.

Melihat hal tersebut jujur dari saya, saya sangat menikmatinya. Menikmati jika tidak semua orang bisa datang kesana. Karena dengan begitu alam ini tidak akan cepat rusak akibat tangan-tangan tidak bertanggung jawab manusia. Apalagi lokasinya sangat jauh dari pemukiman warga, maka tidak akan ada orang yang bisa menjadi control disana. Sehingga jika tidak mampu memberi perawatan, maka biarkan saja seperti itu apa adanya. Namun, saya juga tidak mau egois menikmati mereka sendirian. Jika akan ada yang ingin melakukan perjalanan kesana, saya tidak melarang. Namun siapkan segala peralatan secara memadai dan cukup safety. Jalanan menuju kesana selain masih off road juga banyak tanjakan dan turunan. Disarankan menggunakan mobil jenis jeep atau motor jenis trail. Namun sekali lagi, Anda datang untuk berlibur bukan untuk merusak, bawa kembali sampah Anda meski itu hanya cuilan bungkus permen atau putung rokok. Selamat berpetualang!

Pesona Bowele




Penampakan banyu anjlog secara utuh

Pantai Bowelle atau biasa disebut dengan Pantai Lenggoksono ini seperti pada pantai umumnya. Pantai yang terletak di Dusun Lenggoksono, Desa Purwodadi, Kecamatan Tirtoyudho, Malang Selatan ini memiliki garis pantai yang cukup panjang. Mungkin sekitar 400 meter bibir pantai yang dimilikinya. Sepanjang kanan jalan terdapat jajaran warung-warung yang panjang dan menawarkan jajanan yang beraneka ragam. Menu khas “ndeso” dan “laut” menjadi salah satu sajian utama mereka. Parkir untuk mobil langsung menghadap pada bibir pantai. Sehingga siapapun bisa menikmati laut secara langsung tepat di depan mobil masing-masing. Apalagi bagi keluarga yang sedang melakukan piknik. Ini merupakan hal yang menguntungkan bagi pengunjung. Cukup menggelar tikar di depan mobil masing-masing, sambil menikmati pemandangan alam yang indah di depannya. Atau sambil mandi di pantai dan berlari berguling-guling di pasir hitam yang lembut membelai kulit. Sang Ibu menyiapkan berbagai hidangan untuk dimakan saat piknik sudah perfect sekali menurut saya untuk menikmati pantai Bowele. 

Tiada ikan, yang penting tetap asyik! Pict by Mbak @novita.cu
Namun, apa cukup akan sampai disitu jika Anda telah berada di pantai Bowele. Sedangkan di bibir pantai terdapat banyak perahu yang siap mengantarkan Anda ke destinasi berikutnya. Yups! Inilah pesona Pantai Bowele dimulai. Hanya cukup dengan membayar Rp 50.000 ( Mei 2015 ) maka Anda akan menikmati 3 lokasi keren.  Dan hanya dengan menambahkan Rp 25.000; (Mei 2015) kita bisa mendapatkan pinjaman satu set alat senorkeling. Menurut saya harga tersebut justru sangat murah dan tidak sebanding dengan sajian indah disana. Namun, itulah kebijakan bersama yang telah masyarakat sepakati. Kita harus menghargainya bukan ? FYI, lokasi pantai Bowele dikelola oleh organisasi masyarakat sekitar Desa Lenggok Sono sendiri. Sehingga hal ini cukup membuat saya dan Anda semua lega tentunya, ketika kita mengeluarkan lembaran uangnya. Karena lembaran uang yang telah kita keluarkan dari kocek, akan membuat para masyarakat pesisir Bowelle mendapatkan rizkinya.
Untuk wisatwan cowo bantu dorong perahu dulu yak biar menengah. Tetap bersyukurlah terlahir sebagai perempuan :)

Kala itu tidak semua Tim TDI ikut menyeberang, mengingat waktu yang sudah sore. Jadi hanya beberapa orang inti saja yang menyeberang termasuk saya untuk membuat tulisan ini. Dipandu sama Mbak Novi salah satu tim inti program Lihat Indonesia Keliling Jawa Timur,  juga Mas Roiz tim dari Temanggung, Mas Rizki Eka, Mas Davis dan Mbak Yana dari Bojonegoro dan  beberapa peserta yang saya tidak ingat namanya ( yang saya ingat salah satu dari mereka dengan suka hati mau menjadi fotografer saat kami senorkeling). Serta saya pribadi perwakilan dari Madiun Raya  Tepatnya sih atas rekomendasi Mas Irul Melon Fuadi ketua TDI Madiun Raya, akhirnya saya berangkat untuk mengabadikan moment dalam tulisan ini. Berbekal pelampung dan alat senorkeling lainnya kami berangkat menyeberang ke lokasi senorkeling. Berikut nih penampakan kami.
Depan kiri paling kece Mbak Novita Cu, sampingnya ada Mbak Yana, belakangnya ada Om yang baik hati, Mas Roiz serta Mas Davis
Dengan uang Rp 50.000 tersebut pengunjung akan dibawa ke lokasi Senorkeling. Berbagai jenis ikan dan terumbu karang ada disana. Siap memanjakan mata Anda. Jangan lupa membawa kamera tahan air saat Anda melakukan senorkeling tersebut, karena menurut infromasi terumbu karang dan ikan-ikan disana sangat bagus. Jadi sangat rugi jika tidak diabadikan. Namun, saya menyarankan agar pengunjung untuk datang lebih awal dan dalam cuaca yang bagus. Mengingat pengalaman saya pada saat saya kesana sudah sore dan ada hujan sebelumnya. Sehingga airnya menjadi keruh. Saat air keruh sudah pasti ikan dan terumbu karang tidak akan terlihat. Dan karena sudah sore, maka tidak ada matahari yang akan membantu kita memberikan cahaya sebagai penerangan saat mengintip keindahan dasar laut. Wal hasil kami hanya melihat beberapa ikan yang nekat ke permukaan saja dan selfie berkali-kali dengan Tim TDI. Namun begitu, suasana tetap nyaman dan asyik, mengingat setelah perjalanan off road seharian yang membuat jantung terus terpompa hebat. ( Lebeh dikitlah,,, Saya baru pertama ikutan off road setelah sekian lama ngilerrr lihat doang )
Ini nih cara kami menikmati alam. Lokasi Banyu Anjlog - Malang
Destinasi kedua adalah Pantai Bolu-bolu. Hal yang paling disayangkan jika sudah sampai Bowele tapi tidak ke Bolu-bolu. Seperti rombongan kami kala itu. Sekali lagi karena sudah terlalu sore kami sampai ke Bowele, sehingga kami tidak punya waktu untuk ke Bolu-bolu. Menurut informasi dari teman dan Bapak yang menjadi ojek perahu, pantai Bolu-Bolu itu indah sekali. Pantai dengan panjang sekitar 200 meter ini siap memanjakan mata-mata yang haus untuk dimanjakan oleh pemiliknya. Laut lepas yang biru kehijauan membentang luas ke depan. Ombak lembut di sepanjang pantai siap memanjakan tubuh saat mandi di dalamnya, lokasi luas yang jika pengunjung berkehendak untuk melakukan camping sangat memungkinkan. Karena selain lokasi yang luas, juga terdapat sumber mata air yang mata airnya tersebut tidak berasa payau. 
Ada aktivitas lain selain selfie dan mandi ?
Destinasi ke-3 adalah Banyu Anjlog. Lokasi inilah yang justru sangat terkenal dibandingkan Pantai Bowelenya. Terllihat dari bagaimana masyarakat di Kecamatan lain justru lebih mengenal ini saat kami menanyakan nama Desa Lenggoksono. FYI saat kami menuju lokasi ini kami mengalami beberapa kali kesasar karena kami memang melewati dua jenis jalur secara bergantian. Jalur utama dan jalur off road. Sampai di Banyu Anjlog dari tim tidak ada yang tidak hiteris menikmati grojogan air tersebut. Meski perjalanan yang kami mulai dari jam 04.30 – sampai 15.00 ditambah main air saat senorkeling tidak lantas membuat tubuh kami lemah karena lelah. Banyu Anjlog pun siap kami hajar dengan penuh gairah selfie dibawahnya. Bahkan diantara kami ada yang masih nekat naik ke batuan air terjun dengan tinggi sekitar 40 meter tersebut. Mereka menikmati foto selfie diatasnya atau mandi di kolam alami yang berada di atasnya. Iyah, seru-seruan tersebutlah yang sebenarnya kita butuhkan saat kita sedah berlibur dari kepenatan kesibukan harian. Apakah Anda sepakat ?