#mapalabukanpembunuh
Di
media sosial saat ini tentunya telah banyak ditemui hastag / taggar demikian
#mapalabukanpembunuh. Apa sih yang ada di benak Anda saat melihat taggar tersebut ? Tentunya ada yang
merengut, marah-marah namun pula ada banyak yang ngotot memberikan pembelaan
terhadap taggar tersebut.
Pelbagai
permasalahan pendidikan dasar kemapalaan yang tengah terjadi maupun kegiatan
alam lainnya yang tengah terjadi di tengah-tengah masyarakat, dewasa ini
menjadi sorotan utama dan bahkan hobi menjadi headline dalam berita-berita, entah media cetak, elektronik, maupun
media cyber. Setiap kejadian yang
menyangkut hal ke-mapala-an akan menjadi hot
story, dan menjadi berita nasional. Hal ini siapa yang menciptakan ? media.
Awalnya banyaknya orang-orang berbondong-bondong naik gunung untuk pamer di
media sosial. Kemudian banyak yang tertarik untuk bergabung didalamnya, entah
organsasi yang legal maupun hanyak komunitas yang tanpa legalitas bahkan ada
yang menjadi solo climber mandiri dan tanpa legalitas apapun, tanpa
organisasi yang menaunginya. Nah, ketika nahas terjadi yang menjadi tranding topic tentunya yang menjadi
sorotan bukan personalitynya. Namun lebih ke organisasi yang sering melakukan
kegiatan tersebut. Mapala. Para audiens berita tidak mau tau siapa dan latar
belakang korban. Yang audiens tau kegiatan penuh tantangan itu dilakukan oleh
mapala. Media sendiri sebagai agen kontruksi sering sekali luput terhadap
kedetailan berita, sering terlupakan hal-hal kecil yang sebenarnya justru
memberikan pengaruh besar terhadap pembentukan opini public yang anonim dan
merugikan salah satu pihak lainnya.
Audiens
yang berkarakter heterogen ini akan menciptakan opini public baru terhadap
sebuah kejadian tanpa melihat apa dan siapa yang sebenarnya terjadi. Opini yang
mereka buat tidak serta merta berdasarkan pengetahuan yang mumpuni terhadap hal
sebenarnya, yang mereka tahu adalah berita yang mereka dapatkan adalah
kebenaran mutlak dan tanpa pertanyaan kritis mereka mengamini.
Saya
menulis artikel ini di tengah-tengah saya menjadi sosok minoritas di
tengah-tengah masyarakat awam. Di saat semua orang mengecam bahwa pendidikan
dasar mapala adalah sebuah media untuk melakukan hal sewenang-wenang tanpa
aturan dan penuh dengan kekerasan. Awalnya dengan sabar saya menjelaskan bahwa
semua itu tidak benar, bahwa ini adalah organisasi yang terstruktur dan adanya
pantauan serta pengawasan pula. Jikalau ada kegiatan yang menyimpang dan sampai
menewaskan anggota seharusnya itu terjadi karena kecelakaan bukan karena
kekerasan atau kasus pembunuhan. Namun pada kenyataannya ada kasus memalukan itu
terjadi, namun apakah pantas jika kesalahan itu adalah organisasinya ? Saya
dengan lantang menyuarakan bahwa itu adalah oknum. Namun entah seperti apa
dengan alasan menurut saya tidak masuk akal banyak yang ngeyel bahwa itu semua
terencana untuk melakukan pembunuhan dan melibatkan semua panitia pendidikan. Saya
berfikir :
1. Jika
ada 15 panitia dalam sebuah pendidikan apakah ke 15 orang tersebut akan setuju
untuk melakukan perbuatan sekeji itu ?
2. Untuk
melakukan kegiatan di sebuah organisasi kampus itu tidak hanya melibatkan panitia
yang notabene masih mahasiswa saja, namun juga melibatkan dosen pembimbing,
dosen akademik bahkan sampai ke rektor, sehingga pertanggungjawabannya adalah
jelas. Bagaimana bias panitia 15 merencanakan pembunuhan padahal legalitas
kegiatan itu berbadan hukum yang jelas. Jika terjadi penyimpangan resikonya
sudah sangat jelas. Berbeda dengan pendaki freelance
yang tanpa organisasi legal, jika terjadi hal serupa badan hukumnya tidak
memiliki legalitas, dan justru akan lebih mudah melakukan hal-hal yang
melanggar hokum karena pertanggungjawabannya tidak harus melibatkan banyak
lembaga yang membuat masalah menjadi semakin rumit.
3. Jika
ingin membunuh mereka tidak perlu melakukan ini yang sudah sangat jelas
memberikan dampak negative sangat luas untuk dirinya.
4. Dari
15 panitia penanggung jawab panitia tentunya adalah ketua umum. Untuk menjadi
ketua umum itu tidak mudah, perlu proses yang alot juga saat pemilihan, selain
jiwa kepemimpinan harus dimiliki, juga harus memiliki otak cerdas sehingga
cekatan dalam mengambil keputusan. Bagaimanapun pemimpin harus memiliki itu.
Untuk membuat kegiatan Pendidikan Dasar
kemapalaan persiapannya tidak hanya 1 atau 2 atau bahkan seminggu. Namun kegiatan
ini rata-rata dipersiapkan sejak 3 bulan sebelumnya, karena menyadari kegiatan
ini adalah berhubungan dengan nyawa seseorang sehingga panitia perlu memastikan
semuanya berjalan lancar dan aman. Apalagi kondisi alam tidak bisa diprediksi. Segala
bentuk perizinan dibuat dari jajaran internal organiasi kemudian ke kampus, ke
lokasi kegiatan yang semua itu tetap harus prosedural dan proses diplomasi yang
tidak mudah ke pemerintahan apalagi jika kegiatannya lintas propinsi, monggo
difikirkan sendiri. Segala bentuk persiapan yang melibatkan peserta juga
dipersiapkan, terutama fisik dan mental peserta. Karena pendidikan dasar
kemapalaan lebih cenderung ke penguatan fisik dan mental, sehingga pendidikannya
berbau semi prajurit Negara. Namun ada aturan besar yang menjadi larangan bagi
organisasi yang umurnya mencapai 53 tahun berdiri ini, yakni larangan
terjadinya kontak fisik kepada peserta seperti pemukulan, tendangan atau apapun
yang berbau kekerasan. Maka jika ada yang berbuat demikian artinya itu bukan
organisasi yang salah. Namun oknum bodoh yang tidak mengikuti aturan.
Begitu pula kepada
anggota mapala yang masih berfikir bahwa pendidikan dasar di mapala adalah
ajang untuk berkongkow ataupun ajang untuk terlihat keren kepada junior. Saya dengan
ikhlas mengatakan WTF you’re!!!!!!!
sepertinya hidup Anda tidak bahagia, bukan lagi kurang bahagia tapi TIDAK
BAHAGIA SAMA SEKALI. Ketika Anda telah beranjak menjadi senior di sebuah
organisasi maka tanggungjawab Anda semakin besar terhadap pendidikan adik-adik junior
Anda tentang keorganisasian, mental, dan bahkan masa depan yang lebih baik
untuk mereka. Para pemuda yang memutuskan memilih menjadi mahasiswa bukan tanpa
tujuan, mereka bertujuan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan
tentunya itu menjadi cita-cita bersama dengan keluarga yang memberinya biaya
ataupun yang mendukungnya. Namun, ketika Anda mematikan karakter mereka dengan
sikap angkuh kesenioritasan Anda sepertinya Anda adalah anggota mapala yang
gagal. Anda perlu membaca sejarah berdirinya organisasi mapala Indonesia yang
didirikan oleh Bapak Soe Hok Gie kurang lebih 53 tahun silam. Saya pun curiga
apakah Anda telah membaca buku karangan Soe Hok Gie atau belum, atau bahkan
lebih ironis lagi, Anda tidak tahu siapa Soe Hok Gie ? Di sisi lain, organisasi
MAPALA ( MAHASISWA PECINTA ALAM) sudah sangat jelas kita memiliki tanggung
jawab besar terhadap alam ini. Tentang kelestariannya dan juga kesinambungan
kehidupannya. Namun jika Anda sibuk memikirkan tentang keangkuhan senioritas,
kapan Anda berfikir tentang ini, tentang tanggungjawab utama kita sebagai
anggota Mapala.