Jumat, 18 Desember 2015

Maulid Nabi Muhammad SAW



             
Ilustrasi - Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Maulid_Nabi_Muhammad
                                
Maulid Nabi Muhammad Saw, adalah hari dimana Rasul Allah telah lahir di muka bumi. Bagi ummat Islam ini adalah salah satu hari besar yang selalu diselebrasikan. Memang tidak seheboh hari besar ‘idul Fitri atau ‘idul Adha pada setiap tahunnya. Namun dalam acara ini di beberapa tempat juga tidak kalah heboh lho. Sebagai wujud syukur terhadap Allah atas lahirnya rasulullah, berbagai acara dengan variatif dana akan dihelat sebagai wujud syukur. Sekaligus sebagai pengamalan prinsip orang jawa “mikul duwur mendhem jero” ( Angkat ke atas menanam ke dalam ) yang artinya kurang lebih mengangkat tinggi-tinggi (membanggakan) dan menanam dalam-dalam (merahasiakan) sedalam-dalamnya untuk hal-hal negative. Biasanya prinsip ini dimanfaatkan orang jawa dalam menjaga martabat keluarga. Begitupula yang dilaksanakan masyarakat jawa yang memang mayoritas penduduknya adalah ummat muslim dalam menyambut kegiatan mauled nabi.
Di kampung saya dan sekitarnya, selebrasi mauled nabi diadakan dengan sangat sederhana. Dimana masyarakat setiap KK akan memasak dengan masakan terbaiknya. Dan kemudian masakan tersebut akan dikumpulkan di rumah Pak RT dan akan dimakan bersama dengan cara membagi-bagi setiap masakan ke seluruh penghuni RT tersebut. Jadi setiap KK akan mendapatkan berbagai hasil karya tangan yang berbeda. Selebihnya makanan yang tidak termakan di lokasi akan dibawa pulang, dan bisa dinikmati oleh kaluarga. Tidak jauh beda dengan perayaan di kota. Mereka mengumpulkan dana untuk iuran mengadakan pengajian bersama yang dipanitiai oleh pengurus masjid.
Bebeda pula dengan kecamatan Pacet Kota Mojokerto. Masyarakatnya akan memasak lebih banyak dihari yang berbeda-beda. Dimana setiap Kepala Keluarga akan diberi tugas memasak sejumlah KK RT tersebut dan membagikan ke setiap rumahnya. Hal tersebut berlangsung selama bulan Rabi’ul awal dan akan berpuncak di hari kelahiran Rasulullah di tanggal 12 nya dengan kegiatan pengajian. Semua masyarakat akan berpesta selama itu. Aneka ragam masakan jawa dan kue-kue akan dibuat dan dibagikan secara merata ke setiap warga. Sebagai warga yang tinggal di daerah pedesaan, masyarakat disana tradisi gotong royong juga masih sangat kental. Sehingga ummat non muslim yang menjadi minoritaspun ikut serta merayakan hari tersebut dengan mengikuti tradisi masyarakat setempat.
Begitu juga yang lebih ramai adalah Kecamatan Gayam Kabupaten Bojonegoro. Disana mayoritas masyarakat selain bekerja sebagai petani, sebagian besar lainnya adalah pekerja kasar di pembangunan infrastruktur eksplorasi minyak Exxon Mobil. Masyarakat disana membuat kegiatan pengajian dengan menghadirkan kiyai terkenal untuk memberikan ceramah. Masyarakat akan berlomba membuat kegiatan semeriah mungkin per desa. Setiap Kepala Keluarga akan diberi tugas untuk membuat masakan dan jajanan yang kemudian dikemas dalam 10 tas belanja dengan isi sama. Jenis tas belanjanya biasanya akan dibagi menjadi 3 – 4 jenis yang berbeda. Hal tersebut tergantung dengan kondisi keuangan keluaga. Biasaya jika hari sudah medekati hari H Maulud Nabi, para perempuan akan berbelanja kebutuhan mencapai 2jt rupiah per Kepala Keluarga type A, dan 1,5jt type B, 1jt type C dan terus kebawah. Sedangkan para pemuda dan bapak-bapak akan sibuk dengan persiapan pengajian.
Masyarakat yang diundang ke acara pengajian tidak hanya masyarakat setempat saja, namun setiap Kepala Keluarga akan menyerahkan nama-nama kerabatnya yang bertempat tinggal di luar desa penyelenggara ke panitia untuk mendapatkan undangan pegajian. dengan demikian akan ada banyak kerabat yang datang ke pengajian di desa tersebut yang akan memeriahkan acaranya. Sehingga makanan-makanan yang telah dibuat akan terbagi secara merata ke masyarakat lebih luas lagi. Saya sangat merasa terkesan dengan semangat mereka dalam bergotong royong tersebut. Memellihara tradisi dan juga menjunjung tinggi rasul mereka. Pernah saya iseng bertanya kepada salah satu warga. Saya melihatnya, beliau adalah seorang janda muda dengan 2 orang anak yang masih sekolah. Saya berfikir betapa kesulitannya beliau menghadapi kondisi tersebut. Namun luar biasa yang beliau tuturkan. Beliau sangat percaya bahwa apa yang dilakukan itu sangat luar biasa buat rasulullah bahkan tidak sebanding dengan perjuanganya. Tidak ada rasa keberatan atau menganggapnya sebagai beban hidupnya. Bahkan beliau merasa rizki selalu datang dengan mudah saat beliau sering berbagi. Dan menurut pengamatan sependek pengalaman perjalanan saya, di kota inilah kegiatan Maulid nabi yang paling meriah.
Berbeda pula dengan masyarakat yang lebih modern. Katakanlah di kota besar seperti Yogyakarta dan Solo. Dimana sudah ada banyak masyarakat madani dengan pemikiran yang lebih kritis terhadap kegiatannya. Biasanya mereka adalah para pelaku Islam taat sesuai dengan ajaran kitab dan sunnahnya. Mereka akan mengadakan kegiatan mauled nabi dengan sangat sederhana dan cukup memperbanyak sholawat untuk mensyukuri kelahiran nabi SAW.
Saya sendiri tidak menutup mata tentang fenomena agama Islam ini. Apalagi melihat sejarah Islam masuk di Indonesia tidaklah mudah. Banyak hal yang ditempuh termasuk penetrasi budaya ke agama. Karena masyarakat Indonesia dahulunya mayoritas penganut agama Hindu dan Budha jadi tidak heran banyak ditemui tradisinya yang dibawa ke pelaksanaan ibadah di Islam. Namun, hal tersebut tidak hanya pada Islam saja, namun juga ke agama Kristen yang merupakan agama ke dua terbesar penganutnya setelah Islam.
Di pulau jawa sendiri yang sebenarnya tidak terlalu luas daerahnya, hanya sekitar 126.700 km2 memiliki keanakaramagaman budaya yang sama tapi beda, bahasa yang sama tapi beda dialeknya, tradisi yang sama tapi beda caranya dan lain sebaginya. Dan ini yang semakin membuat saya bangga dan terus berharap bisa terus berkeliling Negeri ini meski dengan gaya kura-kura saya.
Demikian salam kura-kura! J


Selasa, 15 Desember 2015

Tuban

My first impression for Tuban


Lokasi pegunungan kapur yang sangat gersang. Namun begitu saya masih juga menemui beberapa hutan yang lumayan luas dan juga rindang. Penambangan kapur yang saya tidak ketahui hukum penambangannya legal atau ilegal terjadi dimana-mana. Padasan putih itu terlihat menjulang indah tapi sayangnya mulai 'kroak" karena penambangan.
Para ibu-ibu terlihat lalu lalang di sepanjang jalan, aku tengoki jam telah menunjuk pada 04.00 PM. Dengan 'pakaian dinas harian' berikut dengan caping yang melekat di kepala, saya menebak-nebak tentunya mereka baru pulang berjuang membantu perekonomian keluarga suami-suami mereka. Betapa ikhlas dan giatnya mereka melakukan itu. Melihat kelelahan di wajah dan juga "pdh" yang dikenakan saya mulai menebak lagi, mungkin mereka bekerja menjadi buruh di sektor pertanian ataupun mereka telah bekerja di pertambangan kapur tersebut. Saya rasai keduanya ada benarnya. Sebagian di sektor pertanian, sebagaian di penambangan kapur.
Beberapa kali saya lalui beberapa bangunan seperti pabrik yang mengelola kapur tersbut berdiri dengan sederhana di pinggir jalan. Sebagaian lain, banyak sekali truk-truk lalu lalang yang mengangkut kapur-kapur tersebut. Untuk jalan pedesaan di daerah sepanjang Desa. Plumpang, Kecamatan Plumpang sampai ke Ds. Cindoro Kec. Palang Tuban, tidak bisa disebut sebagai pedesaan biasa. Namun pada kenyataannya mereka tetap menjadi desa yang masih tertinggal, meski kapur menjadi salah satu kekayaan besar yang mereka miliki.
Tidak cukup demikian, saya pun telah sedikit mendapat informasi bahwa daerah tersebut juga memiliki kekayaan minyak yang belum terjamah oleh investor Luar. Dilain sisi Tuban juga memiliki pantai laut utara yang indah. Ini yang tentunya akan menjadi PR saya untuk mengeksplorasinya.
Sekilas kesan saya tentang Tuban, sayangnya baru sekali dan hanya beberapa menit saja, begitu saya hanya mengenal jalannya. Sisi lain, Maghrib mulai saya tinggalkan Tuban, dan saya tahu kenapa saya rasakan adem saat masuk ke wilayah mereka, Masjid-masjid mereka terbangun dengan sangat Indah meski rumah-rumah mereka belum demikian, dan lebih dari pada itu, jama'ahnya sangat memuaskan meski ini bukanlah Ramadhan yang biasanya menjadi euforia masjid selalu penuh dengan jama'ah.

Sabtu, 10 Oktober 2015

Siapkan Dirimu Jauh Hari


Setelah melewati berbagai rintangan hidup yang berliku, #tsaaaah pada akhirnya saya mendapatan kesempatan lagi untuk berkunjung untuk sekedar melepas penat maupun menyambut sang mentari pagi. Sok puitis dah kalau yang satu ini.

Jadi ceritanya setelah saya memindahkan diri dari Kabupaten Bojonegoro ke Ibu Kota Jawa Timur, saya berkesempatan lagi untuk melakukan perjalanan ke barat. Untuk ini saya tidak seperti Sun Go Khong dan gurunya untuk mengambil kitab suci. Tapi keberengakatan saya kearah barat yakni Magelang untuk melaksanakan kewajiban menghadiri undangan pernikahan seorang sahabat sekaligus senior yang memang kedudukannya sudah seperti kakak kandung saya sendiri. Hal ini saya sambut dengan riang gembira karena pertama pastinya saya akan bertemu dengan orang terdekat saya saat ini kedua saya bisa merajuk kepadanya untuk dibawa ke tempat-tempat baru yang saya belum pernah kesana. Kalau kata teman sih, datang ke undangan hanya sebagai alasan saja biar bisa jalan-jalan berdua tanpa ada yang mengganggu. Oke, untuk ini saya akui iya. #piss

Jadi hari itu Sabtu 26 September 2015, pukul 16.00 WIB kurang lebih, saya mendapatkan telpon dari nomor yang tidak dikenal tapi saya tahu nomor siapa nomor tersebut. Dengan wajah yang sumringah dalam benak saya, dia mengundang saya untuk hadir di acara ijab qobul untuk menjaga pacarannya. Dalam artian save the date dengan ijab qobul. Mendadak sekali! Itu kalimat pertama yang langsung terlontar dari mulut saya yang memang ceplas ceplos. Dijawab dengan entengnya “Kalau niat pasti bisalah!”  Setelah menggali informasi waktu, tempat, serta akomodasi akhirnya terputuskanlah.

pernikahan di Magelang
Karena ijab qabul dimulai pukul 08.00 WIB keesokan harinya, jadi sore itu juga tanpa mandi saya packing dan cuss ke Solo. Saya memilih Solo karena setelah berkoordinasi dengan teman-teman pengantar pengantin dari Ponorogo, sepertinya akomodasi kurang kondusif, juga Mas Pacar sedang tidak sibuk, jadi sekali mendayung dua, tiga pulau terlampaui.


Perhitungan saya, saya akan mengendarai bis dari Surabaya jurusan Yogyakarta jam 19.00 WIB dan akan sampai di Solo sekitar pukul 01.00 WIB. Perhitungan kemacetan weekend. Mengingat hari itu adalah malam minggu, sehingga akan berbarengan dengan banyak pekerja dari luar kota Surabaya. Dengan estimasi tersebut, saya akan punya sekitar 3 jam istirahat sebelum perjalanan saya lanjutkan menggunakan motor bebek milik Arif. Unfortunately, Man proposes but God disposes itu bukan hanya isapan jempol belaka. Sampai kota Jombang jalanan macet total hingga 3 jam. Hal ini disebabkan karena adanya tawuran remaja sepulang nonton konser salah satu band rock nasional di Kabupaten Kertosono. Dan akhirnya pukul 04.00 WIB dini hari saya baru sampai di Solo. Merasa hak istirahat tubuhnya terampas, saya tidak mau mengambil resiko dengan langsung berangkat ke Magelang. Saya langsung tidur di penginapan gratis ( menumpang ) dan kemudian perjalanan saya lanjutkan jam 09.00 WIB. Daaaan terlambat. Jam 12.00 WIB saya baru sampai lokasi, dimana acara dimulai jam 11.00 WIB

Welcome Magelang !
Sebagai pejalan kita butuh fisik yang kuat dan sehat kawan. ( sebutan ini sebenarnya terlalu berlebihan untuk saya, namun untuk mempermudah menyebut saja izinkan saya menggunakannya yak..! )  Sejak kepindahan saya dari Bojonegoro ke Surabaya, saya hanya melakukan beberapa kali jogging saja, sehingga saya merasa tubuh saya lemah dan tidak selincah pada masa masih kuliah. Disisi lain, faktor umur sangat berpengaruh terhadap kelincahan kita dalam mobilitas. Jadi olahraga dan pola makan harus tetap dijaga keseimbangannya. Untuk situasi yang sangat mendadak seperti demikian, sebagai pejalan harus memperhatikan beberapa hal. Diantaranya packing barang yang dibawa, waktu dan uang. Dalam perjalanan ini estimasi waktu saya adalah kurang dari 48 jam. tapi saya menyiapkan pakaian untuk 2 hari. Mengingat saya sama Arif sama-sama doyan jalan. Kedua estimasi waktu seperti yang saya jelaskan. Ketiga adalah uang. Untuk perjalanan yang pada akhirnya terjadi sampai 2 hari 3 malam tersebut saya sama Arif menghabiskan dana sebesar Rp 273.000;. Surabaya – Solo – Magelang – Yogyakarta – Klaten – Solo – Surabaya. Rincian anggaran ada di bawah.
 
Pada dasarnya dalam perjalanan yang diniati dengan harga yang murah meriah, harus siap dengan segala kondisi dan ini saya juga sering membaca di buku-buku travelling. Dimana kita membeli dengan harga murah jangan berharap suatu kenyamanan yang berlebih. Inilah bedanya koper dan backpaker. Sebagai backpaker kita kudu siap dengan segala kondisi. Meskipun kita harus mencari penginapan gratis atau malah kalau perlu makanan gratis juga. Itu yang sering saya dan teman-teman lakukan. Kami tidak jarang menginap di pom bensin, masjid, stasiun atau bahkan kantor polisi. Namun demikian sebagai perempuan jangan melupakan faktor keamanannya. Jika Anda berjalan sendiri tanpa ada teman terutama teman cowok, saya tidak menyarankan Anda untuk menginap di tempat-tempat umum. So, just be enjoy in your travelling event it's backpack. Good Luck! 

Rincian Pengeluaran :
Sub – Solo ( PP )Rp 84.000; 
Penginapan Gratis, 
Bensin dari Solo - Magelang Rp 20.000; 
Makan siang Gratis, 
Makan malam Rp 16.000; 
Penginapan Gratis
Camilan Rp 30.000;
Sarapan Yogya Rp 15.000 ;
Makan siang Rp 16.000;
Pemandian Umbul Cokro + parkirRp 17.000;
Makan malam Gratis
Oleh-olehRp 45.000;
Parkir motor di terminal Purabaya Rp 30.000;

Sabtu, 05 September 2015

Cobalah Nongkrong sama Masyarakat Bawah


Hasil ngobrol sama masyarakat, dapat kabar bahwa Om Don ada di Ranupanee.
Om Don atau Don Hasman adalah salah satu fotografer jalanan senior di Indonesia.
Sekaligus penulis buku tentang Badui yang bukunya diterbitkan terbatas dan tidak untuk dijual di Indonesia.
Jika Anda ingin jalan-jalan dengan ala JJMI, silakan mulai belajar. Seperti yang saya jelaskan sebelumnya, bahwa tidak semua orang akan mau melakukan perjalanan gila ini. Hanya mereka yang terpilih dan bermental yang bisa melakukan perjalanan seperti ini. Secara fisik perjalanan ini membutuhkan tenaga yang luar biasa. Dia akan lebih capek karena minimnya fasilitas. Dia juga akan lebih tertekan karena minimnya fasilitas tersebut. Jika kita memiliki uang lebih, begitu sampai di destinasi kita bisa langsung check in hotel, dan selanjutnya menikmati perjalanan kita. Segala urusan bisa kita serahkan pada pihak-pihak pembisnis dengan uang kita. Berbeda jika jalan dengan ala JJMI, kita kudu berfikir keras bagaimana bisa istirahat dengan nyaman dengan minim uang atau bahkan gratis. Belum lagi tas ransel segede gaban dengan isi rumah, makanan serta peralatanannya. Nah, boro-boro sampai lokasi mau main-main, sampai ke lokasi yang harus dilakukan adalah survey tempat untuk mendirikan tenda dome sebagai rumah kita. Nah pada situasi seperti in biasanya saya akan mencari warung yang biasa digunakan untuk tempat nongkrong rakyat menengah ke bawah. Dengan harga yg miring sekali. Sekedar ngopi dan mulai menggali informasi. Biasanya warung semafam itu akan sedikit menjauh dari lokasi wisata. Jadi kudu siapkan fisik untuk mondar-mandir ya. Hal semacam ini disebut dengan sosped. Sosial Pedesaan. Dimana biasa saya gunakan saat saya melakukan kegiatana outdoor atau riset guna laporan ansosbud di sekitar kegiatan  saat masih menjadi anggota aktif di Mahipa.

Hasil speak2 di jalan nemu saudara baru 
Jangan khawatir jika merasa rakyat bawah yang tidak pernah mengenal sekolah. Takut tidak nyambung dan lain sebagainya. Jika Anda masih berfikiran demikian, berarti hidup Anda memang belum bahagia Kenapa belum bahagia ? Karena mind set Anda masih terkotakan dengan imajinasi terbatas. Saat ini masyarakat Indonesia meski dengan keminiman ekonomi, mereka sudah jauh lebih mengerti. Bahkan apa yang kita tidak tahu mereka sudah tahu. Mereka bukan bodoh, tapi mereka itu tidak seberuntung kita yang mendapatkan pendidikan formal dengan baik. Tugas kita sebagai orang yang lebih beruntung mulai menjalankan peran sebagai orang yang terdidik secara formalnya.

Hasil nongki2 sama bapak2 dapat tempat tinggal gratis selama seminggu.
Padahal biasanya juga nggak masalah tidur dalam tenda.
Tapi kalo ada yang lebih enak, kenapa ditolak ?

 Sering sekali saya nongkrong dengan bapak-bapak dan Ibu-ibu di warung maupun di jalanan. Jika berbicara tentang perkembangan politik, atau tokoh-tokoh politik Indonesia yang kala itu paling bagus atau paling kacau, mereka akan lebih mengerti dengan bekal pengalaman dan pengetahuan mereka yang mereka ikuti di televisi. Saya sendiri semakin tahu, mereka yang paham politik justru mereka yang saat ini berumur kisaran 60 an ke atas. Karena mereka menjadi saksi hidup sejarah di Negeri ini. Semakin muda umur mereka biasanya mereka semakin acuh dengan kondisi pergulatan politik di Negeri ini. Namun jangan khawatir, biasanya mereka akan update dengan gadget minimal facebook. Yang perlu kita ingat kita telah lama meninggalkan orde baru. Yang memenjarakan pengetahuan rakyat di Negerinya sendiri. Segala pengetahuan sudah bebas kita gali mulai dari surat kabar, majalah, televisi maupun internet. Semua berita diupdate secara terang-terangan. Jadi jangan khawatir akan kehabisan bahan bicara jika sedang nongkrong bareng dengan mereka. Yang perlu kita ingat, gunakan tutur bahasa yang sopan dan yang bisa dipahami oleh mereka.

Jamuan gratis, tempat tinggal gratis
Pringkuku Pacitan. Sepinter2 bermasyarakat saja
Seperti halnya kita bertemu dengan sesama pejalan. Secara otomatis akan merasa saling akrab karena hobby yang sama. Bedanya kita pendatang, dan target adalah orang setempat atau pendatang juga tapi sudah lama menetap. Kita hanya butuh menjalin keakraban dengan mereka. Dari perbincangan akrab tersebut, nanti akan membuka keakraban dengan mereka. Jika sudah begitu, mereka akan dengan senang hati memberi informasi dimana bisa mendirikan tenda sebagai tempat istirahat. Jika lebih beruntung mereka akan dengan senang hati memberikan tumpangan tempat tinggal kepada kita. Seperti yang saya alami saat berkegiatan di Pacitan dengan teman-teman Mahipa. Biasanya kaum marginal akan lebih menghargai mereka yang ramah dan rendah hati. Namun begitu, jika sudah dibaikin jangan lantas melupakan kebaikannya. Alangkah baiknya jika Anda sesekali terlibat dengan kegiatan sehari-harinya. Saya rasa tidak akan rugi menyisihkan sebagian waktu kita untuk menyatu dengan keluarga tersebut. Justru sebaliknya, kita akan mendapatkan pengetahuan baru tentang kehidupan. Bagaimana ? Berani melakukan tantangannya ?

Sabtu, 29 Agustus 2015

Jalan - Jalan Murah Part 1


Di group sosmed, teman kerja saya nyeletuk. “Lin, judul blog lo jalan-jalan murah tapi yang dibahas kok masalah nikah sih ?" Gubraaggg! Eeheem, itu yang dibuka cuma satu judul apa ya ?  Anyway Thanks banget sudah berkomentar seperti itu, yang pada akhirnya memberikan saya inspirasi baru untuk ditulis siang ini.  Nah, demikian saya akan menceritakan kenapa sih nama blog ini jalan-jalan murah. Pertama saya akan menceritakan bagaimana sih kita bisa jalan-jalan dengan budget murah. Oia, murahnya seseorang relatif lho ya. Pernah saya ketemu sama rombongan backpacker. Mereka mengatakan sewa penginapan per hari Rp 150.000 – Rp 200.000 itu murah banget dan itu masih di Jawa Timur – Jawa Tengah. Wah dalam hati saya, tidak bisa itu tidak murah. Karena jika saat itu kita akan melakukan perjalanan jauh akan bengkak disewa penginapan. Sayang banget kan? Nah trus bagaimana caranya ?

Hal pertama memang harus ada niat dulu. Setelah niat baru tekatnya. Kalau antara niat sama tekat sudah saling mecintai, maka tinggal go show saja kawan. Saya pribadi sering sekali melakukan perjalanan jauh menggunakan motor bebek kesayangan. Bahkan selama saya tinggal di Bojonegoro saya sering sekali bolak balik Ponorogo – Bojonegoro PP. Hampir tiap 2 minggu sekali. semasa kuliahpun Bapak saya juga tidak pernah melarang saya untuk melakukan perjalanan naik motor sendiri. Ke Malang, Yogya, Jombang, Mojokerto, Pacitan, dll kecuali ke Surabaya, yang kemudian diizinkan karena saya pindah kerja dan penempatannya di Surabaya. Dari sinilah yang pada akhirnya teman-teman sekelas saya memanggil saya cewek jadi-jadian. Bahkan dengan bekal Rp 300.000; saya bisa melakukan pendakian ke Gunung Semeru bersama 2 teman lainnya. Rp 300.000; untuk bertiga selama kurang lebih 5 hari perjalanan. Sebenarnya sama saja hasilnya. Siapa saja yang ingin jalan atau travelling dengan budget minim atau maksimal. Bedanya jika budget minim kudu siap ngegembel, dan kalu budget maksimal yaa everything is okay lah, tidak perlu capek dan juga tidak akan merasakan tidur di dalam tenda atau emperan toko. Dhanik seorang sahabat saya pernah saya tawari untuk dengan ala saya, namun dengan sabarnya langsung bilang “Suwun!” (Terimakasih!). Haha saya tertawa saja. Memang tidak akan semua orang melakukan perjalanan ala kami. Bukan lagi ala backpacker, namun lebih ke ala gembel tepatnya. Bahkan jika saya sedang melintas Madiun, saat perjalanan Bojonegoro – Ponorogo atau sebaliknya dengan berterika Dhanik akan bilang ke Ibuknya “Ibuuuk, Alin main kerumah lak seperti preman” whuaaaahahaha saya mah mesem-mesem saja sambil cipika cipiki sama emaknya (Meski dalam hati juga ngumpat sih, “walah semua kostum ini mau beli aja kudu nabung dulu, kadang juga dibantu sama Mas Pacar uangnya ditambahin. Eeeh dibilang preman, hehehe). Iyups, saat jalan jauh saya selalu berpakaian safe as climber. Jaket gunung, celana gunung, sepatu gunung serta ransel ukuran 40liter atau kadang yang kecil 18 liter.

Semua kostum itu memang untuk keselamatan saya pribadi. Dahulu setiap pendidikan, kami selalu ditekankan pada safety first, maka itu juga yang selalu saya prinsipkan. Jaket gunung yang biasa dalamnya terbuat dari shoftsel akan memberikan kita kenyamanan saat berkendara. Secara angina pasti akan kenceng sekali, sehingga tubuh kiat harus tetap hangat. Serta bahan luar jaket yang terbuat dari taslan waterproof sehingga angin tidak akan bisa tembus masuk ke tubuh kita. Ingat ini berkendara motor, jadi harus lebih hati-hati terutama kesehatan paru-paru kita. Sebenarnya pakai jaket rider juga bisa. Tapi kan saya perhitungan sekarang, sudah tidak seperti dulu lagi yang boros. Kalau boros terus lantas kapan saya ngumpulin duit buat kawin ?hehe.  Karena saya suka naik gunung juga, maka saya lebih memilih hemat saja, tiada rotan akarpun jadi. Toh manfaatnya lebih banyak. Hehe Dan selanjutnya saya menggunakan celana lapangan atau celana gunung. Celana gunung itu biasanya didesain dengan bahan yang quickdry. Sehingga hal ini akan memudahkan kita saat perjalanan. Selain longgar, ringan, jika kehujanan akan segera kering. Saya pribadi tidak begitu nyaman menggunakan celana bahan jeans saat perjalanan jauh dengan motor. Bagaimanapun guys, saat jalan jangan pernah melupakan faktor kenyamanan. Selanjutnya sepatu gunung guys atau bisa juga menggunakan safety shoes. Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya lho ya. Seperti dahulu saya pernah mengalami kecelakaan yang menyebabkan jari telunjuk pada kaki saya retak. Itu karena saya melakukan perjalanan menggunakan sandal gunung. Sandalnya sih baik-baik saja sampai sekarang. Tapi bekas luka jahitan dan saraf telunjuk kaki saya sudah menjadi pelajaranlah. Selain itu, dengan menggunakan sepatu gunung kita akan lebih merasa percaya diri saat kaki kita akan menapak, dan tidak terlalu khawatir kenapa-kenapa saat berhenti. Oia untuk sepatu sayasarankan yang middle atau high. Jika menggunakan short shoes dan terjadi benturan, maka tidak ada yang akan mengamankan pergelangan kaki kita. Dan yang terakhir dan tidak boleh lupa adalah masker penutup mulut dan hidung. Saat dijalanan musuh kita itu adalah udara yang sudah sangat tercemar oleh asap knalpot. Pastinya kita ini pengi hidup sehat terus kan ? Dan kemudian usahakan selalu untuk olahraga, meski itu hanya jogging sepuluh menit. Tapi kalau memang ingin melakukan jalan dengan ala gembel sih saya sarankan jangan hanya jogging namun melakukan beberapa treatment yang kalau kami sering menyebutnya TC. Hal ini dilakukan agar tubuh kita terbiasa terlebih dahulu dengan kegiatan berat, sekalian mengendorkan otot-otot agar kita tidak merasa pegal-peegal setelah perjalanan. Juga melancarkan peredaran darah kita.  Jika itu semua sudah, saya akan merasa tenang saat melakukan perjalanan jauh.

Semkin banyak duit, maka semakin nyaman juga jalan-jalannya. Semakin sedikit duit maka semakin perjuangan juga jalan-jalannya. Tidak masalah mau pakai koper atau backpack jalan-jalan Anda. Mau pakai ala priyayi atau backpacker atau gembel tidak masalah. Yang jelas, jangan jadikan uang menjadi kendala kita untuk mencapai tujuan. Semua itu butuh perjuangan kawan! Ayo segera packing dan berangkatlah jangan ditunda lagi!

Nb : Karena jarang selfie jadi nggak punya foto. Menyusul saja ya...?

Jumat, 28 Agustus 2015

Pengemis Cerdas Ala MBK

Salah satu foto lukisan di musium MBK
MBK atau biasa juga dikenal sebagai Makam Bung Karno, tentunya bukan hal yang asing lagi bagi traveller. Revolusioner kita yang pernah membuat banyak Negara bergetar ketika mendengarkan pidatonya ini, telah disemayamkan di kota yang biasa disebut dengan kutho cilik Blitar. Saya tidak perlu menjelaskan lebih jauh lagi tentang MBK ini, sekali lagi informasi menuju kesana ataupun informasi tentang sejarahnya sudah sangat banyak dan tentunya dengan akses yang tidak sulit.

Tim TDI berpose dengan entertainer MBK
Di MBK, selain ada pasar traditional yang menyajikan berbagai pernak – pernik oleh-oleh khas Blitar, juga terdapat pengemis yang unik. Sebenarnya bukan hal yang baru bagi para traveller, namun ini adalah sesuatu yang menurut saya harus menjadi sebuah edukasi tersendiri bagi orang Indonesia. Sebuah keluarga yang pada saat itu terdiri dari seorang ayah, dua anak perempuan seusia SMP dan seorang anak laki-laki sekitar umur 7 tahun. Mereka membuat sebuah group musik dengan alat musik ritmis semacam gamelan. Gamelannya pun bukan gamelan ala-ala group musik besar, namun gamelan yang digunakan sangat sederhana. Yang terpenting alat-alat tersebut mampu menghasilkan sebuah musik ritmis yang kompak dan enak untuk didengar. Sang ayah memegang saroon yang terbuat dari bambu yang disusun rapi dengan beda ukuran,  sang putri 1 menyanyi dan putri 2 memegang kencringan yang terbuat dari tutup botol minuman seperti yang digunakan pengamen pada umumnya, serta seorang anak laki-laki menabuh gendang. Lagu yang dibawakan pun lagu-lagu jawa campursari. Sehingga memberikan suasana jawa yang penuh dengan kesederhanaan namun artistik.

Si Bapak dengan alat musiknya serta 2 putri dan 1 putranya
Dengan menaruh sebuah baskom di depan mereka, itu menandakan mereka telah memberikan sebuah hiburan dan berharap ada yang mau menghargainya. Meskipun mereka tidak memaksa untuk setiap orang datang atau melintas memberikan lembarannya ke dalam baskom, namun mereka tetap semangat untuk terus bernyanyi disaat setiap ada rombongan atau perorangan peziarah datang. Tidak terlepas dari apa yang dilakukan oleh rekan-rekan rombongan TDI (Taft Diesel Indonesia ). Seusai makan siang, mereka menuju keluarga seni tersebut yang sedang beristirahat. Sontak saja mereka langsung menabuh lagi gendang dan alat-alatnya agar menghasilkan bunyi-bunyian. Kala itu, si anak mulai mengeluarkan suaranya yang akhirnya aku sadari suaranya sangat bagus, apalagi jika ada binaan vocal, saya yakin dia akan menjadi seorang penyanyi yang hebat. Beberapa tim ada yang berjoged, dan sebagian besar mengabadikan aktivitas ini. Terlepas dari kegiatan tersebut, saya merujuk kepada Negara-negara yang berada di Eropa, bahwa hal semacam ini menjadi sebuah kegiatan yang positif dan mendapat apresiasi. Berbeda dengan Indonesia yang masih sangat kecil dalam menghargai sebuah kesenian. Sayang sekali kala itu saya tidak berkesempatan untuk mewawancarai keluarga tersebut, sehingga tidak bisa menggali banyak hal. Namun yang pasti, saya berharap nantinya mereka akan mendapatkan edukasi positif, sehingga kegiatan mereka tidak terkesan murahan dan diremehkan oleh masyarakat.

Patung yang seperti ini sudah tidak ditemui lagi
Foto ini saya ambil dari google
Mengingat para keluarga tersebut, saya juga teringat dengan patung manusia yang menjadi sebuah kesenian di MBK. Kala itu saya melihatnya di sebuah stasiun TV bahwa mereka berdandan ala patung pahlawan dan akan mematung selama berjam-jam. Dalam kesenian ini mereka juga berharap akan ada harga dari para pengunjung. Namun sayang sekali, ketika saya di MBK pada Juni 2015 ini, patung-patung tersebut tidak ada. Entah memang not perfect time, atau memang karena mereka tidak ada yang menghargai sehingga mereka lebih memilih profesi yang lain. Dari sini saya semakin sadar, bahwa masyarakat Indonesia masih sangat banyak yang belum melek terhadap pendidikan dan pengetahuan nasional maupun internasional. Mungkin mereka masih terlalu sibuk dengan keadaan ekonomi keluarga, sehingga kesehariannya terus terfokus pada membajak sawah dan membersihkan hama, tanpa harus merasa butuh pengetahuan lainnya. Begitu juga bagi yang sudah hidup enak dan mapan, tidak peduli dengan sekitar. Mereka hanya berfikir dengan memberi mereka uang itu cukup. Namun pada hakikatnya, yang dibutuhkan masyarakat adalah edukasi-edukasi yang bersifat non formal yang akan memberikan mereka pengetahuan lebih luas lagi dan menginspirasi kehidupannya. Dengan begitu mereka akan melakukan sebuah perubahan. Itu menurut saya. Lantas, apa menurut Anda  ?
JJMI
-CL-

Budaya Malam Songo di Bojonegoro

Karena saat menulis ini saya sudah tidak di Bojonegoro, maka foto saya ambil dari google
Pada saat di majlis dan mendengarkan ustadz yang memberi ceramah mengangkat perihal pernikahan, beliau mengangkat sebuah hadits yang memberikan seruan untuk segera menjalankan perintah Allah dalam penyempurnaan iman. Dari hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, mengatakan bahwa “wahai pemuda, barang siapa diantara kalian telah mampu maka hendaknya menikah, karena ia lebih menundukan pandangan dan memelihara kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu maka hendaknya ia berpuasa, sebab ia dapat megekangnya”. Begtulah ajaran Islam mendidik umatnya dalam memelihara diri dan selalu memiliki akhlaq yang mulia.

Hadits lainnya, seruan menikah
Dari hadits tersebut, saya menjadi teringat dengan sebuah budaya yang baru saya temui di Bojonegoro. Sebagai sesama penghuni provinsi Jawa Timur, saya menemukan banyak adat dan budaya yang sangat berbeda dari tempat kelahiran saya. Salama hampir 2 tahun saya hidup di atas bumi Bojonegoro, saya pun merasa masih sangat kurang merasa puas untuk mengetahui lebih jauh tentang adat dan budaya disini.

Di Bojonegoro, seperti penduduk Indonesia pada umumnya. Disini masyarakatnya didominasi oleh muslim. Sehingga tidak begitu sulit bagi saya untuk beradaptasi disana, ditambah saya juga seorang pribumi jawa timur. Bahasa meski dengan logat dan banyak kosakata berbeda, namun tetap bukan suatu hal yang sulit untuk dihadapi. Akan tetapi, adat dan budaya yang membuat saya tercengang dan kaget serta merasa terharu adalah budaya malam songo. Meskipun ada banyak budaya yang membuat saya tercengang, tapi satu ini membuat saya lebih tercengang. Bukan hanya karena budaya malam songo ini merupakan budaya yang berani tapi menurut saya lebih dari itu. Gila !

Malam songo, adalah sebuah malam di penghujung bulan ramadhan. Dimana hari tersebut menurut mereka merupakan malam penuh kemuliaan. Di kota ini, budaya malam songo, dimanfaatkan untuk menikahkan putra-putri nya dengan harapan agar mendapatkan keberkahan yang melimpah. Ini bukan budaya Islam, ini budaya jawa yang di-Islamkan. Seeperti budaya jawa lainnya yang diambil dari budaya Hindu yakni memilih hari baik untuk melaksanakan sebuah kegiatan terutama pernikahan. Namun ini berbeda dengan malam songo. Di malam songo ini, yang jatuh pada malam ke 29 ramadhan, dimana malam ganjil ramadhan menjadi patokan malam turunnya lailatur qodr atau malam lebih baik dari malam 1000 bulan ini. Dengan begitu malam songo dianggap malam yang paling mulia. Dengan begitu, masyarakat Bojonegoro memanfaatkan hari itu untuk menikahkan putra-putrinya.

Ilustrasi pict taken from google
Hal yang membuat saya menjadi salut dengan masyarakat Bojoegoro adalah menyegerakan untuk menikahkan putra-putrinya jika memang telah baligh. Banyak dari mereka yang saya kenal yang menikah pada hari itu di tahun 2015. Mereka ada yang memang teman sekolah saya dahulu, dan ada juga temannya teman-teman saya. Bahkan sebagian dari mereka adalah masih baru lulus SMA dan belum juga sampai di umur 20 tahun. Para orang tuapun tetap mendukung biaya kehidupan mereka setelahnya. Bahkan sepasang diantaranya adalah salah satu murid saya saat saya dahulu menjadi staff asisten di sebuah sekolah asrama di Ponorogo. Kala dia menikah, dia masih berada di semester 4. Begitupun istrinya masih berada satu tingkat dibawahnya. Hal tersebut saya katakana gila beraninya! Orang tua berani mengambil keputusan ini untuk menghindari dosa yang akan dituai jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Begitupun orang tua tetap bertanggungjawab dengan pernikahan para anak-anaknya.

Ilustrasi, foto dari Google
Saya jadi teringat dengan Kakak kelas saya dahulu. Namanya Dila. Dia cantik, putih, tinggi dan cerdas. Konon, menurut teman-temannya Kak Dila memiliki nilai yang bagus di kelasnya. Namun, begitu selesai SMA, Kak Dila langsung dipinang oleh seorang laki-laki dan telah menikah. Kemarin saat bertemu di acara reuni Sekolah setelah sekitar 6 tahun tidak saling bertemu, Kak Dila sudah memiliki 2 anak dan akan yang ke 3. Hebatnya dia tetap tenang dan tetap percaya diri. Meskipun teman-teman dekatnya tampil dengan cerita dan karir yang melejit. Kak Dila tanpa merasa minder tetap menggandeng anak-anaknya dan seorang lagi yang masih berada dalam perutnya yang membusung ke depan. Saya tidak menemukan hal lain dari pancaran Kak Dilla. Dia lebih sakinah berbeda dengan teman-temannya yang melejit karirnya tapi menunda pernikahannya.
Namun begitu, rasa was-was terhadap pernikahan dini yang tidak memiliki landasan memang sama saja bunuh diri. Saya pun juga mendukung mereka yang menunda pernikahan demi mendapatkan pondasi yang kuat dulu, dengan catatan mereka mampu berpuasa seperti yang ada di dalam hadits tersebut. Namun, melihat pergolatan zaman dan era liberalis yang semakin dalam di Negara ini, pernikahan lebih awal memang lebih baik disegerakan dengan kesadaran dan pengetahuan rumah tangga yang mumpuni. Semoga budaya ini bisa terjaga ya, dan mampu mengurangi kasus pernikahan akibat kecelakaan.

Surabaya Juga Kampung Indonesia


Kata teman, saya ini memilki sifat apatis akut. Padahal menurut saya sih tidak separah itu. Memang lebih sering bersikap cuek, namun tetap tahu batasan. Menurut saya. Lha tapi setelah saya fikir-fikir memang benar sih. Saya sering sekali merasa lapar, namun saya biarkan saja apalagi disaat saya sedang ada kerjaan atau sedang mengencangkan ikat pinggang. Namun berbeda pada sore kali ini. Rasanya cacing dalam perut sudah tidak bisa lagi untuk bersabar meski menunggu adzan maghrib. Yasudah saya keluar dan menuju ke warung  natemi (Nasi Telur Mie ) yang sebelumnya direkomendasikan sama sang keponakan. Nah dari sanalah keberkahan ini saya dapatkan.

Gerbang teritori kampung Gebang Kidul
Keramaian di depan kost sudah mulai padat dengan penjual di sepanjang jalanan.  Dengan penuh asumsi juga mata yang meraba-raba makna,  akhirnya saya dapatkan informasi dari Ibu Warung. Bahwa malam mini adalah malam puncak kegiatan 17 Agustus 2015. Meski kalender sudah menunjuk ke angka 28, suasana kemeriahan ini masih terasa di kota Pahlawan. Dengan semangat si Ibu menceritakan bahwa 2 malam puncak ini nanti akan digelar pasar malam, layar tancap dan malam terakhir ada orchestra melayu. Untuk orkesta melayu panggungnya tepat sekali di depan kost an. Nggak kebayang besok malam saya bisa tidur atau tidak, haha namun yang jelas saya menyadari sesuatu yang baru dalam event ini. Namun ada hal yang telah mendorong diri saya untuk memperjuangkan mala mini saya harus keluar dan melihat. LAYAR TANCAP. Nonton layar tancap, sebuah kegiatan yang telah punah. Meski kegiatan ini selalu saya rindukan, namun saya tidak pernah menemuinya lagi setelah saya melepaskan masa TK dahulu. Namun surprise ! Suroboyo rek, onok layar tancap!  Saya menerka-nerka film apa yang akan dipertontonkan. Balada Roma, Ani dan Rika kah. Atau Si Pitung ? Atau Dono Kasino Indro ? Apapun, yang terpenting layar tancap deh!

Suasana bazaar atau pasar malamnya
Malamnya, ditemani oleh Risma dan Mbak Is ( Teman seangkatan keponakan dan senior kost-nya ) saya mulai melihat-lihat sebenarnya apaa sih kegiatan yang dihelat oleh masyarakat Ibu Kota ini ? Daaaaan, eng ing eeeeng…. Ternyata, namanya pasar malam dari kota ke kota tidak pernah ada bedanya kawan. Meskipun ada itu pun juga tidak beda jauh dengan kegiatan di desa. Dan menurut saya, kegiatan di desa lebih meriah namun tidak se-cerdas kegiatan di kota. Jika di desa kegiatan yang sebegitu ramai, akan menghabiskan dana puluhan juta, disini tidak sebanyak itu saya menebaknya. Memang wilayah teritorinya tidak seluas yang ada di desa-desa, sehingga hiburan rakyat ini memang sengaja dipersiapkan untuk seluruh warga satu kompleks saja, yang panjangnya kurag lebih 200 meter. Dengan pembaagian 30 meter dari gerbang free area yang kemudian disambut oleh kursi panjang yang berfungsi sebagai portal. Disinilah batas para penghuni yang keluar masuk untuk naik atau turun dari motor dan mobilnya. Kemudian 150 meter selanjutnya diisi oleh stand-stand penjualan. Jika mendengar desas-desus Mbak-mbak kost yang lebih senior ini disebut bazaar. Iya untuk ala Surabaya memang ini bisa disebut Bazaar. Namun bagi warga sekitar penghuni pribumi kompleks menyebutnya tetap pasar malam. Sama seperti penyebutan saya dan kawan-kawan saya di kampung halaman. Nah kemudian 50 meter sisanya free yang kemudian paling ujung ditutup dengan satu panggung untuk kegiatan orkesta melayu besok malamnya.
Seperti pada umunya pasar malam, stand-stand  menyajikan berbagai penganan, mainan dan juga kebutuhan wanita serta permainan anak kecil. Mengingat yang doyan belanja-belinji adala perempuan, jadi tidak heran dimana-mana setiap ada pasar malam penjual pakaian, tas dan dalaman akan selalu ada. Dan dominasi kedua adalah anak-anak, jadi sudah pasti jika berbagai jenis permainan seperti kereta-kereta an, pemancingan ikan plastik penjualan mainannya menjadi stand yang ramai.

Sorry nih pake kamera minim fasilitas. Gerak dikit blurr dah!
Di pertengahan sepanjang jalan stand, ada acara pembagian hadiah kepada anak-anak yang telah berpartisipasi mengikuti perlombaan yang telah diadakan sebelumnya. Seperti yang saya katakan acara ini berlangsung meriah meski tidak mewah. Panggung acara hanya terbuat dari meja tenis meja bawahnya diberi kursi panjang dengan ketinggian 50 cm. Background yang digunakan juga dua papan tulis pengumuman warga yang dibiarkan apa adanya. (Thuu apa saya bilang, mereka cerdas! ) Namun begitu, semunya tidak menjadi suatu masalah. Pesta rakyat tetap berlangsung dengan lancar dan khidmad. Meski penduduk yang tinggal disini tidak semuanya pribumi Surabaya. Ada juga mereka dari suku Bugis, suku Madura, meski tidak dominan namun mereka tetap damai. Tidak ada lagi pendiskriminasian terhadap minoritas, seperti yang telah dialami Pak Andi Noya pada masa kecilnya dahulu. ( Maaf Pak Andi menguak masa lalu…  :D )

Suasana layar tancap yang terbaharukan 
Oia dan terakhir adalah layar tancap yang saya idam-idamkan sejak Maghrib tadi. Sepanjang jalan saya celingukan, dimana akan dipasangkan layar tancap. Dan subahanallah! Ini tho yang dimaksud layar tancap ? sebuah layar LCD yang dipasang di depan rumah, berikut dengan seperangkat lap top dan sound system-nya. Hmmm, memang dunia sudah kekinian.. hehe. Sedikit kecewa sih, langsung deh butuh mood booster, namun iya ndak apa-apa justru disinilah menariknya. Apalagi film yang dipertontonkan bukan film yang “pecicilan”. Namun film perjuangan Indonesia. Sekilas saya melihat itu film yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo yang dirilis pada akhir 2013 dengan judul Soekarno : Indonesia Merdeka. Untuk penonton sudah pasti bisa ditebak donk. Mereka dimayoritasi oleh anak-anak dan bapak-bapak kawan. Sebagian ibu-ibu itu pun yang umurnya memang sudah diatas 50 tahun. Nah, masih bingung mau jalan-jalan kemana saat bokek ? Jalan-jalan nggak perlu mahal kawan, yang terpenting oleh-oleh manfaatnya.

Senin, 10 Agustus 2015

Keeksotisan Candi Penataran atau Candi Palah


Sebagai orang Indonesia saya perlu malu untuk mengatakannya. Umur sudah dewasa, namun belum mengenal sejarah Negeri sendiri. Jika boleh mengutip kata-kata Soekarno, “jas merah” jangan lupakan sejarah itu patut dicamkan pada generasi Bangsa ini. Setidaknya ketika rakyat sangat memahami sejarah Negerinya sudah pasti gelora semangat para pejuang di masa penjajahan akan mengalir deras pada diri rakyat. Jika itu sudah terjadi, maka akan sangat lebih mudah melakukan progress perubahan yang maksimal terhadap bangsa yang makmur. 

Wajah ikhlas Pak Penjaga
Demikian pula yang terjadi pada diri saya. Jika tidak karena berjalan-jalan dan bertemu dengan teman pejalan juga, mungkin pengetahuan saya tentang candi akan cukup berkutat pada candi Borobudur yang statusnya telah dicabut dari salah satu 7 keajaiban dunia. Hal ini terjadi karena banyaknya kerusakan disana. Siapa penyebab kerusakan ? penyebabnya adalah mereka yang tidak pernah mengetahui pentingnya menjaga sejarah dan betapa berharganya sejarah untuk Negeri ini. Nah, dengan membaca kita akan mendapatkan pengetahuan. Dengan pengetahuan, kita akan punya motivasi untuk berjalan lebih jauh dari pekarangan rumah. Yang dahulunya kita hanya mengetahui candi itu hanya Borobudur di Magelang dan Prambanan di Yogyakarta, maka saya ingin mengajak Anda semua lebih mengerti tentang Candi Penataran yang berada di Blitar Jawa Timur.




Altar panjang menuju candi utama
Candi Penataran yang sebenarnya memiliki nama candi Palah adalah sebuah candi yang berada di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar. Candi ini merupakan candi yang terluas dan termegah di Jawa Timur tepat berada di barat daya lereng Gunung Kelud, sebelah utara Kota Blitar. Dalam tulisan ini saya tidak akan menjelaskan secara terperinci tentang kandungan sejarah di dalamnya. Karena saya yakin sekali sudah banyak penjelasan di internet tentang ini, juga jika Anda datang lanngsung ke lokasi akan sangat mudah bagi Anda untuk mendapatkan informasi lebih detail dari penjaganya. Karena penjaga di Candi ini sangat ramah dan sangat informative kepada pengunjung. Disisi lain, saya berharap Anda semakin ada greget untuk berkunjung ke tempat sejarah di Indonesia. Lantas, di tulisan ini saya akan mendeskripsikan bagaimana dan dimana keindahan Candi Palah ini.

Begitu memasuki lokasi parkir, Anda akan disambut dengan beberapa toko yang menjajakan panganan dan berbagai pernak pernik khas Blitar. Dari sana sudah sangat terlihat jelas beberapa bangunan Candi yang berdiri kokoh mulai dari yang paling kecil, sampai dengan yang palling tinggi di belakang.

Salah satu foto Dwarapala
Barisan terdepan saat memasuki pintu gerbang, Anda akan disambut oleh dua arca Dwarapala yang biasa disebut dengan Reco Pentung. Karena secara fisik, patung arca tersebut masing-masing membawa alat pemukul atau pentung dalam bahasa jawanya. Kemudian selanjutnya Anda akan disambut oleh pendopo teras. Sebuah bangunan khas candi yang berbentuk persegi panjang seperti panggung. Dari halaman depan terdapat tangga untuk menaikinya. Konon ceritanya, pendopo teras berfungsi sebagai tempat perkumpulan rakyat saat ada suatu acara kerajaan. Juga digunakan sebagai tempat sesaji para penghuni kerajaan. Setelahnya disambut oleh Bale Agung, Candi Angka Tahun, Candi  Utama, Prasasti Palah dan Tempat Pemandian untuk penghuni kerajaan. 
Candi falah beserta prasasti di sebelahnya
Membicarakan candi utama atau candi palah. Adalah candi terbesar dan termegah dianatara candi-candi yang berada di lokasi Candi Penataran tersebut. Dan biasanya pengunjung akan langsung menuju ke Candi ini untuk ber-selfie. Karena memang candi inilah yang paling menarik perhatian karena ukurannya yang terbesar. Namun, menurut saya hal yang paling menarik dari bangunan-bangunan masa kerajaan tersebut adalah relief-relief yang diukir rapi di setiap dinding candi-candi tersebut.

Salah satu relief di Penataran
Jika diperhatikan dan dipelajari lebih jauh, dari setiap relief yang ada di candi tersebut sangat komunikatif. Dimana disana menceritakan bagaimana kehidupan pada zaman tersebut. Ukiran-ukiran yang indah tersebut, menurut saya adalah mahakarya yang belum tergantikan di zaman yang serba modern ini. Jika Anda kesana dan memperhatikan di setiap inchi reliefnya, saya yakin decakan kagum Anda tidak akan berhenti. Meskipun Anda bukan ahli sejarah ataupun ahli candi. Ditambah lagi jika Anda membekali diri untuk membaca buku sebelum kesana, decakan-decakan tersbut akan semakin diperkuat dengan gelengan kepala. Luar biasa!
Pemandian putri di seputaran Candi Penataran
Terakhir adalah lokasi pemandian untuk para penghuni kerajaan yang berada di belakang candi utama. Pengunjung harus menuruni tangga yang tidak terlalu tinggi untuk menuju kesana. Disekitarnya terdapat pagar sederhana yang terbuat dari kayu dan bambu. Dari sini saya menilai, inilah kelemahan kita. Karena minimnya minat masyarakat untuk bertandang ke tempat sejarah, sehingga hal ini berpengaruh pula pada perhatian pemerintah terhadapnya. Sehingga kemanananya pun tidak menjadi perhitungan utama. Berbeda dengan Candi Borobudur dan Candi prambanan yang memang sudah sangat dikenal bahkan ke manca Negara. Pagar tinggi dan bagus mengelilingi bangunan candi  ini jauh melingkarinya. Sehingga lebih terlindungi dari tangan-tangan jahil yang mencoba melakukan kecurangan. Berbeda dengan Candi Penataran. Masyarakat pun jika ingin berbuat curang tanpa melewati ticketing sangatlah mudah. Jadi kesimpulannya, semakin banyak yang peduli dengan sejarah, maka akan semakin terjaga pula keindahan dan kemegahan sejarah ini di Negeri sendiri. Dan tidak akan mudah dieksploitasi oleh Negara asing. Jadi, masih mau menanggung malu seperti saya ? Ayo kita packing barang, dan mulai belajar dengan berjelajah!
Sebagai penutup saya selipkan foto tim LIKJ Lihat Indonesia Keliling Jawa Timur dari Taft Diesel Indonesia